2112 di Bulan Mei

Mungkin untuk beberapa anak Smudama, pacaran merupakan hal yang tabu. Namun, masa sih ada yang mau masa SMA-nya boring seperti meja yang adik kelasnya tidak bersosialisasi?

Masa SMA memang masa penasaran dengan percintaan. Entah itu dengan teman seangkatan, kakak atau bahkan adik kelas. Ketika berbicara tentang percintaan di Smudama, tentu bukan hal yang mudah. Semua harus dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Apalagi pacaran lintas angkatan, susahnya minta ampun.

Tapi, pernahkah kalian berpikir, jika pacaran lintas angkatan saja sulit, bagaimana kalau lintas agama juga? Uhukk, siapakah itu? Yup, si penulis! Penasaran kan kenapa bisa?

It started as all things do
A simple hello turned to romantic visions
Far away

Kebetulan waktu itu saya sudah kelas 12. Saat itu, seperti pada hari-hari biasanya, namun, ada satu momen di mana pandangan saya tiba-tiba tertuju pada satu adik cewek. Dia terlihat berbeda karena tidak mengenakan kerudung asrama (yang ikatannya semakin naik seiring kenaikan tingkat).

Saat itu, dia disuruh duduk bersama teman dan jadilah dia duduk dekat saya. Awalnya kami cuma bicara dengan teman, sampai akhirnya saya teringat kalau saya harus cari adik kelas untuk ikut NSDC (lomba debat bahasa Inggris). Saat itu saya pun mencoba untuk berbicara dengannya.

“Eh UKO EMC ko toh?” tanyaku. Mulai dari situlah saya berbincang dengannya.

Mari kita memanggilnya “Key”, seorang gadis berkacamata, rambut dikuncir, badan tegap, dan senyum manis. Dia satu tingkat di bawah saya. Sejak kejadian di ruang saji itu, saya mulai banyak berinteraksi dengannya. Saya mengajaknya untuk ikut seleksi NSDC. Hingga akhirnya saya mendapati kabar bahwa dia kagum dengan cara saya berdebat.

Dari semua pujian yang saya terima, saya selalu luluh dengan pujian atas kemampuan berbicara saya. Dari situ saya memberanikan diri untuk mulai chat-an dengan Key. Tapi, sebelum terjadi salah paham, saya berkata bahwa saya meng-chatnya hanya untuk memberitahu perkembangannya di debat (tapi tentu saja bohong) hehehehe.

Kami yang awalnya hanya membahas tentang debat, akhirnya beralih ke topik lagu kesukaan kami berdua. Key merekomendasikan lagu berjudul “2112” yang dibawakan oleh Reality Club. Ini tentang dua orang yang harus berpisah karena perbedaan kepercayaan yang tak bisa disatukan. Sempat terlintas di benak saya, bagaimana jika ini berlanjut? Tapi saya meyakinkan diri, tidak apa-apa, mari kita jalani saja.

They felt it right and true
Blessings and kisses
As they thought it was the universe’s wishes

Tepat pada hari ulang tahun saya, tanggal 4 Mei, kami menyatakan perasaan kami satu sama lain. Sesuai lirik lagu 2112, kami pikir kami disatukan oleh universe. Kami menjalani hubungan kami dengan sembunyi-sembunyi karena kami takut akan pandangan teman-teman kami.

Pada saat itu, saya sempat mengajaknya untuk sushi-date sebagai first date kami. Key menerima ajakan itu. Kami makan bersama dan berbicara banyak mengenai kegemaran kami masing-masing. Saya terkejut mengetahui bahwa love language-nya adalah act of service. Karena saya tak tahan pedas, waktu itu dia memisahkan semua cabai di sushi saya, melapkan sumpit, hingga memberikan es krim ketika saya tak sengaja makan wasabi. Meskipun hal itu mungkin dianggap sepele oleh sebagian orang, bagi saya itu sangat berarti.

Tanpa sadar, kami difoto oleh salah satu kakak yang kebetulan makan di tempat yang sama, dan fotonya dikirim ke teman saya yang merupakan panitia angkatan. Sepulang dari mall, saya diinterogasi oleh teman-teman dengan ribuan pertanyaan.

“Hah? Orang kek Merlin punya pacar? Dehh ndak percayaku!”

Kurang lebih begitulah reaksi mereka saat pertama kali mendengar kabar bahwa saya pacaran dengan adik kelas yang berbeda keyakinan.

Saya berusaha memberikan jawaban yang tidak akan merugikan dia, dan saat memikirkannya lagi, saya dulu se-effort itu. HAHAHAHA.

And though they could feel it then
It’s not how they want to end
So they turn their heads away
As if they were to say goodbye

Kami adalah pasangan yang tidak suka mempermasalahkan hal-hal kecil, sehingga kami tak pernah memahami pasangan yang sedikit-sedikit ngambek-ngambekkan. Kami sama-sama dewasa dengan berbagai masalah yang kami hadapi. Jika ada masalah, pasti kami komunikasikan. Jika ada yang salah di antara kami, salah satunya selalu ada yang meminta maaf.

Tetapi, kami tak berhasil membedakan “dewasa” dan “cuek”. Alhasil, lama-kelamaan kami jarang berkomunikasi satu sama lain. Berkabar pun jarang. Kami seakan hilang ketertarikan satu sama lain. Terlebih pula, orang tua saya mengetahui tentang hubungan kami dan mereka marah karena mengetahui bahwa Key tidak beragama Islam. Mereka tak mau saya berhubungan dengan sesorang yang tak seiman, sehingga saya harus membuat keputusan.

Saya sangat ingin mempertahankan hubungan yang telah kami bangun selama tiga bulan. Bodoh rasanya jika saya harus putus dengan alasan “beda agama”. Kami tahu ini akan terjadi, tapi bukan ini yang kami inginkan. Saya dan dia harus merelakan satu sama lain. Kami sadar bahwa kami sudah tak bisa menolong hubungan ini. Akhirnya, dia mengirimkan lirik lagu itu lagi, 2112 dari Reality Club.

She said to me
And I said to her
To hold back each other’s true fate
Is not of our nature
Let’s be mature
Maybe you weren’t made for me
Nor I for you
But I’d be damn lying
If I think that that’s true

Saya tak pernah tahu rasanya harus dipisahkan oleh takdir, dipisahkan oleh alam semesta. Kita tak pernah ditakdirkan untuk bersama. Walaupun banyak yang bilang “Kenapa kau tidak ajak saja dia untuk masuk ke dalam agamamu?”, jawaban saya hanya satu, siapa saya yang bisa mengambil dia dari Tuhannya? Saya bukanlah orang yang berhak atas itu. Namun, saya belajar merelakan dari lirik lagu tersebut.

Is not of our nature
Let’s be mature

Kurang lebih lirik itu menggambarkan situasi saya dengannya. Kami harus sama-sama dewasa.

We were young and we were old
Life was warm then life was cold
It gets harder, yes, you’ll see
But were we ever meant to be?

Bukan hidup namanya jika segalanya mudah. Sesuatu yang dipaksakan pastinya selalu tak baik hasilnya.

It gets harder, yes, you’ll see
But were we ever meant to

Baca juga: Althafunnisaa Wanna Be

Penulis: Merlin
Editor: Irfani Sakinah
Ilustrasi: Yati Paturusi
Gambar: Canva

Leave a Reply