Mata Hati Pendidik dan Taman Pencerahannya

Mata Hati Pendidik dan Taman Pencerahannya

Posted by

“Menjadi pendidik bukan persoalan menarik dilihat bak mawar yang memesona. Namun menjadi pendidik adalah kemampuan untuk bertahan dan mengayomi dalam segala penjuru yang ada. Dia bisa menjadi pribadi yang tidak termakan oleh benturan musim. Namun, dia bisa memberikan faedah dan teladan dalam semua dimensi.”

Askarim

Pendidik, kata ini terdengar mudah dan gampang dilakukan, katanya. Dalam hal ini, saya tidak ingin terjebak dalam pertanyaan mudah atau gampang karena aktualisasi yang terpenting. Persoalan mudah atau gampang adalah persoalan seberapa besar rasa sayang itu kita selamatkan dalam relung jiwa kita, untuk sebuah pengabdian sebagai pendidik. Menggunakan mata hati pendidik dan taman pencerahannya

Mudah melabuhkan kritis, namun terkadang kita terjebak dengan apa yang dikritisi.

Seorang teman dalam satu forum selalu berkoar-koar tentang makna dan subtansi kebenaran. Seakan konsep kebenaran dalam semua bait-bait kata yang dia sematkan telah dia khatamkan. Chapter demi chapter dia sudah lumat habis.

Di akhir penutupan acara saya mencoba menanyakan, “Berapa karya nyata yang telah dia lahirkan selama dan sebelum mengkhatamkan referensi bacaannya?” Dia diam dan tak ada jawaban yang terlontar dalam mulutnya. Hanya guyonan pembenaran bahwa saya berada dalam jalur oposisi.

Pucuk mawar selalu menawarkan keindahan dalam setiap kelopak yang dia semai. Namun dia tidak mampu bertahan dalam derasnya panas yang membara
Bunga kaktus nampak berduri
Namun dia selalu menawarkan keindahan dalam gersangnya buritan kemarau

Dia mampu bertengger dalam derasnya paparan kemarau
Dia bukan haus akan pujian
Namun dia tetap bertahan dalam memaknai hidup
Memberikan oase dalam peliknya kemarau yang ada
Dia tak tampak menarik dilihat dari segala sisi
Namun dia tetaplah berarti, dihadang dua musim yang berbeda

Menjadi pendidik bukan persoalan menarik dilihat bak mawar yang memesona. Namun, menjadi pendidik adalah kemampuan untuk bertahan dan mengayomi dalam segala penjuru yang ada.

Dia bisa menjadi pribadi yang tidak termakan oleh benturan musim. Namun, dia bisa memberikan faedah dan teladan dalam semua dimensi. Dia pribadi yang tahan akan kritikan, namun sarat akan prestasi. Dia sedikit berujar namun menghasilkan pribadi yang bisa survive di erangan masa.

Pendidik bukan miniatur buku dan pasal, serta teori yang tertata dalam setiap apa yang dia lakukan. Tapi dia adalah bait-bait kata hidup yang selalu memberikan pencerahan dalam setiap apa yang dia lakukan.

Pendidik adalah pribadi yang siap untuk tidak populer demi kecerdasan dan lahirnya peradaban yang mulia. Telinga dan hati mereka tidak mudah “baper” apalagi alergi. Setiap untaian kritikan dan derasnya masalah menjadi penguat untuk menata solusi yang lebih berarti.

Sebagai pekerja kemanusiaan, pendidik adalah manusia setengah dewa. Mata dan tangan mereka, serta derap langkahnya adalah irama kebenaran. Tak termakan oleh sapuan sistem yang dibuat oleh mesin. Mereka lahir dari rahim kebenaran.

Sudah semestinya seorang pendidik mampu menyulam kegersangan jiwa menjadi taman yang begitu memesona. Membuat mereka yang ada di sekitarnya merasa nyaman dan tergerak hatinya untuk menjaga taman itu tetap memesona.

Sebagai taman keindahan, seorang guru harus memiliki kecakapan dalam mengatur dan menata dengan baik serta menyemai dengan bibit yang unggul. Sehingga menjadi sesuatu yang indah ditakar oleh penikmat taman tersebut. Bukan menampilkan kumpulan gulma dan hamparan ketandusan yang membuat orang lain enggan singgah dan mendekati taman tersebut.

Dalam taman, proporsi yang harus kita persiapkan adalah letak yang strategis. Letak menunjang seseorang mampu mengakses dengan mudah. Seindah apapun taman tersebut, kalau letaknya tidak terjamah dan tidak ada akses untuk menjamahnya, “Apakah artinya keindahan yang terpendam dan tertutup rapat untuk dinikmati?”

Layak dan sepatutnya sang guru harus mampu menjamah ruang dan cara berpikir anak didiknya. Tidak ada sekat yang mampu membantasi transformasi keilmuan tersebut. Seorang guru harus mempersiapkan model dan desain yang menyentuh hati anak didiknya. Hingga ilmu yang diberikan mampu menjadi tautan makna yang berarti bagi mereka.

Apalah artinya kuantitas yang mumpuni dengan deretan predikat yang mereka miliki, tapi tidak mampu memberikan berkah atas ilmu yang diajarkan.

Guru harus mampu menjadi role model yang bisa dijadikan panutan bagi sekelilingnya. Dia pribadi yang selalu menjaga perilaku serta menjadi sosok yang meneduhkan bagi sekitarnya.

Sang guru harus mampu menjaga keasrian taman berpikir bagi siswanya sehingga nilai estetika tersebut mampu mengundang kebaikan bagi sesama. Lahir berbekal keilmuannya yang harus mampu mengayomi dan menciptakan suatu peradaban yang sehat, menarik, dan indah dirasakan. Serta solutif dalam menganalisa masalah yang ada. Layaknya taman yang mampu menenangkan jiwa saat mata bertaut dengan keasrian yang tertata rapi.

Seorang guru harus menjaga taman berpikir siswanya. Memberikan pencerahan akan hal yang patut dan tidak patut dijadikan acuan dalam kehidupannya. Sehingga, taburan gulma dan taburan sampah yang mengganggu kenyamanan para siswanya akan mudah tereksekusi dengan bijak.

Untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang baik, seorang guru dituntut harus menciptakan taman berpikir yang menyenangkan bagi anak didiknya. Sehingga transformasi keilmuan mampu tertaut dengan baik dan menyejukkan. Saling menjaga satu sama lain dan sama-sama merawat keasrian pendidikan.

Sudah selayaknya taman yang indah harus disemai dengan kualitas dan varian bibit yang unggul. Sebab keasrian taman tergantung kualitas bibit yang kita semai. Semakin unggul kualitas bibit yang ada, maka akan semakin indah taman tersebut.

Pendidik yang bijak akan melahirkan generasi yang bijak. Layaknya keindahan taman, seorang guru bukan sekedar mampu menciptakan keindahan taman. Namun harus melibatkan semua stakeholder yang ada dengan mengambil peran menjaga keindahan taman pendidikan kita. Sehingga menjadi berkah bagi sesama.

Penulis : Askarim
Editor : Efie Thaha
Gambar : Mio Ito, iStock

CATATAN :
Aktualisasi = Perihal mengaktualkan; pengaktualan
Oposisi = Pertentangan antara dua unsur bahasa untuk memperlihatkan perbedaan arti
Buritan = Bagian belakang kapal atau perahu
Gulma = Tumbuhan yang termasuk bangsa rumput yang merupakan pengganggu bagi kehidupan tanaman utama; tumbuhan pengganggu
Stakeholder = Pemangku kepentingan, Pihak yang terkait

One comment

Leave a Reply