Aku bukan kutu buku atau penikmat fiksi layaknya banyak teman-temanku yang bisa melahap buku-buku tebal dan novel berseri dalam waktu singkat. Tapi, ada satu seri novel yang membuatku betah berlama-lama membaca. Itupun hanya modal pinjam ke teman asrama waktu SMA.
Judulnya “Mawar Merah“, serinya berturut-turut berjudul Mosaik, Metamorfosis dan Matahari. Dulu, kukira trilogi, tapi ternyata seri terakhir Matahari pun masih terasa menggantung, banyak misteri yang belum terungkap dan pertanyaan yang belum terjawab.
Pas mau menulis artikel ini dan cari info tentang novelnya, ternyata seri ini memang bukan sebuah trilogi tapi tetralogi. Langsunglah cek-cek di mana bisa beli seri keempatnya, semoga segera bisa dibaca.
Selain karena kisahnya yang menarik, alur yang tak dapat ditebak, membuat penasaran tapi nggak bikin bingung, ada satu hal lagi yang membuat novel ini berkesan. Yaitu, nama penulisnya, Luna Torashyngu. Jujur saat membacanya di sampul novel, aku yakin itu nama seorang perempuan. Tapi, ternyata dia seorang laki-laki dengan segudang karya lainnya yang tak kalah menariknya. Bahkan setahuku ada salah satu novelnya yang sudah difilmkan. Keren deh pokoknya.
Sejak membaca seri Novel Mawar Merah inilah, aku termotivasi membaca lebih banyak buku, walau sekarang lebih suka membaca buku nonfiksi bertema keluarga dan parenting. Novel ini juga selalu mengingatkan pada masa-masa di asrama, di mana dulu kita masih punya banyak waktu luang untuk baca novel berseri, makan bareng teman asrama, nonton film bareng, dan masih banyak lagi yang rasanya saat ini sudah sulit dilakukan berhubung sudah berstatus mom of two.
Penulis & ilustrasi : Ummi Maryam
[…] Baca juga : Mawar Merah Bersejarah […]
[…] Baca juga: Mawar Merah Bersejarah […]