Lampu kamar masih padam. Sementara Yuke dan Mimi juga masih meringkuk di dalam selimut.
“Tok tok tok tok,” suara ketukan dari luar kamar mereka makin terdengar keras.
“Janganmi kita buka dulu, Mi,” bisik Yuke pada Mimi.
“Iyo, takutka juga!” Mimi menimpali cepat.
Selang 30 detik, lampu kembali menyala. Mimi kemudian bergegas menuju pintu. Ia melirik sebentar ke arah Yuke.
“Penasaranka siapa,” ucap Mimi membuka pintu kamar perlahan.
Ketika pintu dibuka, ternyata tak ada seorang pun yang berdiri di sana. Mimi mendongakkan kepala keluar dan menoleh kanan kiri. Tapi, tak ada siapa- siapa. Mimi seketika merinding. Suasana koridor Aspuri yang remang- remang membuat bulu kuduknya berdiri. Belum lagi angin dingin tiba- tiba menyapu wajahnya.
Mimi menutup kembali pintu kamarnya dengan cepat hingga tak sadar suaranya seperti dibanting.” Ndak ada orang!” ucap Mimi melotot ke arah Yuke. Sekian detik keduanya saling bertatapan dalam diam. Mimi lalu berjalan cepat kembali ke kasur.
“Astagfirullah, takutku deh,” Yuke menghela nafas panjang kemudian mengambil bantal dari kasur Mimi. “Berduami tidur nah. Maumi juga adzan,” ucap Yuke mulai berbaring.
“Iya, takutka bobo sendiri. Janganmi kita matikan juga lampu,” kata Mimi sambil menarik selimut, menutupi tubuhnya yang sedari tadi kedinginan.
Mereka berdua akhirnya tertidur. Hingga tak sadar mentari pagi sudah menyapa dari celah tirai jendela.
“Weyy, ini anak dua pulasnya tidurnya. Ndak mau semuako pergi ke sekolahkah?” ucap Uda menarik selimut Yuke dan Mimi.
Uda adalah teman kamar Yuke dan Mimi yang terbilang rajin. Seringkali ia sudah mengenakan seragam sekolahnya saat Yuke ataupun Mimi masih tidur. Tak hanya itu, Uda juga rajin ke masjid dan kerap membangunkan penghuni Aspuri lainnya.
***
Siang harinya, Reni, kakak kelas dua tetangga kamar Yuke tiba- tiba masuk ke kamar.
“Kalian toh tadi subuh tidak bukakanka pintu. Lamanya kuketuk baru ndak ada yang buka.”
“Astaga, kita itu tadi subuh ketuk-ketuk pintu Kak?” ucap Mimi kaget lalu melirik ke arah Yuke.
“Iyo, tadi subuh mauka pinjam senter. Ndak tahu kenapa mati semua lampu WC tadi subuh,” kata Reni melanjutkan.
“Bukannya tadi subuh memang mati lampu Kak? Ndak mati lampu di kamarta? Sekitar jam 3 subuh sempat mati beberapa menit di sini,” Mimi berusaha mencari tahu karena penasaran.
“Ndak matiji lampu di kamarku,”ucap Reni menimpali.
“Saya juga bangunji sekitar jam 3 subuh. Ndak pernahji kayaknya mati lampu tadi malam di asrama sampainya pagi,” Lile yang sedari tadi juga penasaran menyambung perkataan Reni.
Yuke dan Mimi kembali saling bertatapan dengan ekspresi kaget.
“Aih, jangan- jangan dikerjaiki sama hantu, Yuk,” ucap Lile kemudian.
“Hantu apa?” tanya Reni penasaran.
“Sudahka lihat hantu tadi subuh Kak Ren,” ucap Yuke meyakinkan tetangga kamarnya itu.
“Iya, hantu kayak bagaimana wujudnya? Beberapa teman angkatanku juga seringji bilang ada hantu di asrama,” ucap Reni melanjutkan.
Belum selesai Yuke memberi penjelasan, Uda tiba- tiba datang setengah berteriak.
“Aspuriiiiiiiiiii, makaaannn……”
“Eh, selesaimi orang shalat Jumat, ayomi pergi makan,” kata Uda mengajak orang- orang yang ada di kamarnya.
“Nantipi kamu lanjut cerita hantunya lagi, Yuk,” ucap Lile pada Yuke saat berjalan keluar kamar.
***
Hari Jumat menjadi salah satu hari yang paling ditunggu anak- anak asrama. Apalagi kalau bukan karena menu ayam dari ruang saji yang hanya disajikan sekali dalam seminggu. Anak asrama bahkan memberi sebutan “Chicken Day” khusus untuk hari itu.
Reni masuk ruang saji lebih dulu. Sementara Yuke dan siswa kelas satu lainnya masuk belakangan. Hari itu, ruang saji terlihat ramai dan padat dari biasanya. Yuke dan Mimi sempat bingung mencari kursi kosong. Beruntung, mereka punya tetangga kamar yang perhatian.
“Yuk! Mi! Sini!” panggil Reni sambil melambaikan tangan ke arah adik kelasnya itu.
Sebagai siswa kelas satu, Yuke dan Mimi belum punya meja makan tetap. Untunglah hari itu, Reni menyisakan dua kursi kosong untuk mereka.
“Wuih, besarnya ayamta, Kak Ren,” ucap Yuke mencoba menggoda Reni. Ia tertawa ke arah Reni sambil menatap potongan ayam yang ada di ompreng.
“Iyo, saya tukar tadi dari meja sebelah, hihi,” kata Reni setengah berbisik menatap Yuke.
Reni dan tetangga kamarnya itu memang terbilang cukup akrab. Walaupun keduanya berbeda angkatan, tapi seringkali Reni datang ke kamar Yuke hanya untuk sekedar mengobrol. Kehangatan anak asrama yang membuat Yuke merasa betah tinggal di Aspuri.
Sementara mereka menyantap makanan, Reni mulai mengajak teman meja makannya mengobrol.
“Ini Yuke bede lihat hantu tadi malam.”
“Kita toh Kak, bahas hantu lagi di meja makan,” ucap Yuke menimpali.
“Hantu apakah, Yuk? Cerita dulue,” tanya Rumi, siswa kelas dua yang mulai penasaran. Rumi adalah penghuni asrama putera (aspura) yang juga sahabat Reni.
“Di tempatmu bagaimana Rum? Pernahko juga lihat hantu?“ tanya Reni tiba- tiba.
“Alhamdulillah, saya ndak pernah sih lihat hantu. Tapi, kakak- kakak di Aspura juga seringji cerita kalau ada hantu di asrama,” ucap Rumi memberi penjelasan.
“Pernahki dengar cerita hantu tanpa badan dan cuma kepala saja Kak? Itumi saya lihat tadi malam Kak dekatnya selasar. Panjang rambutnya tapi ndak ada badannya, hiiiii,” cerita Yuke.
“Untung ndak terbangji hantunya ke arahmu Yuk, hehe,” ucap Reni kembali menggoda Yuke.
Obrolan di meja makan hari itupun hanya membahas soal hantu. Hingga satu persatu siswa meninggalkan ruang saji. Yuke, Mimi, dan Reni pun kembali ke Aspuri bersama- sama.
***
Malam harinya, Yuke dan Mimi ada jadwal pemantapan malam. Sementara teman kamar mereka yang lain hanya tinggal di asrama.
Usai shalat Isya, keduanya pun bergegas naik ke kelas. Saat berjalan di selasar, tiba- tiba Yuke mencium bau busuk yang menyengat.
“Astaga, bau apa ini nah?” tanya Yuke melirik ke arah Mimi.
“Saya ndak cium apa- apa, Yuk,” ucap Mimi sambil mengendus- ngendus.
“Woek!” spontan Yuke mengeluarkan suara seperti mau muntah lalu menutup rapat hidungnya.
“Bau apakah yang kamu cium?” tanya Mimi mulai penasaran.
Yuke kembali teringat saat ia melihat hantu di dekat selasar. Ia menatap lama ke arah lapangan basket sambil berjalan pelan.
“Di sinimi saya lihat itu hantu kemarin malam Mi,” ucapnya kemudian melirik Mimi.
Suasana selasar yang lumayan gelap dan sepi membuat keduanya mulai ketakutan. Angin malam berhembus dan menyibakkan jilbab mereka. Lalu, tiba- tiba terdengar suara lemparan batu di lapangan basket. Yuke dan Mimi berhenti.
Wusssshhhh, hembusan angin semakin kencang.
“Mi, takutka,” Yuke yang hanya mengenakan jaket tipis mulai merasa kedinginan. Ia memegang pergelangan tangan Mimi. Sementara Mimi mencoba berpegangan di tiang selasar.
bersambung
Baca juga : Ada Hantu di Asrama (Part 2)
https://celotehanakgunung.com/ada-hantu-di-asrama-2/
Arti Klitika Dalam Dialeg Sulsel :
Ki = kamu, digunakan untuk menyapa orang yang dianggap lebih tua atau dihormati atau dengan tujuan bersikap sopan
Ko = kamu digunakan untuk menyapa orang yang sebaya atau lebih muda dalam percakapan santai
Ji = cuma
Mi = sepadan dengan makna “lah”, namun bisa juga berarti “sudah” atau “saja”
Ka = saya
Lainnya :
Iye’ = bentuk sopan dari kata “iya”
Iyo = iya, digunakan pada teman sebaya atau pada yang lebih muda dalam percakapan santai
Toh = dapat berarti “tuh” atau penggunaanya seperti “kan” jika dalam bentuk pertanyaan. Seperti, ini toh? (Ini kan?)
Bede = katanya
Kita = Anda
Editor : Faudzan Farhana
Gambar : Dokpri Penulis
Ilustrasi : Farahlynaa