Ada Hantu di AsramaAda Hantu di Asrama

“Ada hantu di asrama, astagaaa, semoga ndak pernahja lihat,” Lile merinding mendengar cerita teman- temannya. Bukan kali itu saja cerita tentang hantu menghebohkan anak Aspuri.

Lile ingat betul, enam bulan pertamanya di sekolah, tetangga kamarnya beberapa kali kesurupan. Bahkan saat kejadian, ia ikut menenangkan korban.

“Bacako Ayatul Kursi, tempelki juga di tempat tidurmu,” kata kakak kelasnya suatu hari.

Sayangnya ia tidak pernah melaksanakan perintah seniornya itu hingga ia mengalami sendiri kejadian bertemu hantu di asrama.

Lile pernah mendengar ceramah ulama, jikalau Ayat- Ayat Al-Quran sebaiknya dibaca dan dipahami artinya. Bukan hanya dipajang di dinding. Namun, keyakinan itu tidak disertai dengan tindakan. Lile masih suka bermalas- malasan membaca Al- Quran.

Suatu hari di kamar, Lile terbangun saat tengah malam. Dalam suasana gelap, ia mencoba membuka mata. Awalnya ia berniat ke kamar mandi. “Aduh, gelapnya, jauhnya lagi saklar lampu,” gumamnya sambil mengucek- ngucek mata. Tapi urung, belum sempat tubuhnya beranjak, matanya menangkap sosok hitam yang tak jauh dari kasurnya.

Dengan selimut yang masih menempel di badan, tiba- tiba ia merasa diserang hawa dingin. Hawanya sedikit aneh, membuat bulu kuduknya berdiri. Lile mencoba memanggil- manggil teman kamarnya. Berharap ada yang ikut terbangun. Ia tidak berani ke kamar mandi sendirian.

Rasa kantuk sudah hilang, tapi tubuhnya terasa berat untuk sekedar bangun. Lile mencoba tenang. Ia penasaran dengan sosok hitam tadi. Matanya tak perlu mencari-cari, sosok hitam itu rupanya masih ada. Di kasur atas, dekat jendela. Bentuknya masih sama. Tapi kali ini dengan mata menyala.

Awalnya Lile berpikir itu temannya yang terbangun. “Tapi mana mungkin manusia bisa menyala matanya begitu dalam gelap,” pikirnya. “jangan-jangan itu…?”

Lile kembali mencoba memanggil satu- persatu teman kamarnya. Tapi lagi- lagi nihil, tidak ada yang menyahut. Semuanya masih terlelap.

Tubuh Lile mulai gemetaran. Ia memberanikan diri untuk bangun menyalakan lampu kamar. Untunglah listrik tidak padam. Ia segera mencari Al-Quran lalu memadamkan lampu. Lile berharap bisa kembali terlelap. Tapi, ternyata sulit.

Di antara selimut tebal dan tumpukan bantal, Lile mencoba memeluk Al-Quran. Berharap bisa tenang dan mulai tidur. Tapi lagi- lagi usahanya gagal.

“Ya Allah, kenapa sosok itu masih ada?!” pekiknya dalam hati saat matanya kembali tertuju pada sosok hitam tadi. Semakin ia memberanikan diri menatap sosok itu, tubuhnya semakin terasa kaku. Sosok itu seperti mengawasi setiap gerak- geriknya. Matanya bersinar bak senter kecil berjejer dua.

Perlahan Lile merasakan tubuhnya sulit digerakkan. Bahkan tangannya yang memeluk Al-Quran tak berdaya untuk sekedar digeser ke bawah. Bibirnya juga kaku. Rasanya ia ingin berteriak kencang supaya teman kamarnya terbangun. Tapi, seperti ada beban berat yang menimpa tubuhnya. Ia bingung dengan sensasi yang dirasakannya saat itu.

“Apakah ini yang orang bilang ketindisan?” pikirnya cepat.

Beruntung ia masih tersadar, masih ingat untuk membaca surah- surah pendek seperti Al-Ikhlas, An-Nas dan Al-Falaq. Surah yang diajarkan neneknya sejak kecil sebagai pengantar tidur.

“Bacaki itu surah sebelum tidur Nak, supaya ndak digangguiki setan,” demikian nasehat yang selalu terngiang- ngiang di benak Lile.

Malam itu, sepertinya Lile lupa baca doa sebelum tidur. Lepas dari ruang saji, ia sudah terlelap. Tepatnya, ketiduran karena kecapean.

Beberapa hari setelah kejadian, kakak kelasnya datang ke kamar. Bercerita kalau dia sering melihat hantu dekat jendela kamar.

“Kalian pas naik pemantapan malam itu kemarin, lihatka hantu dekatnya jendela,” cerita si kakak.

“Sering- sering memang di sini nah. Makanya takutka sendiri di kamar, apalagi kalau malam,” Lile hanya terdiam mendengarkan. Ia masih enggan bercerita tentang pengalamannya bertemu sosok itu.

Butuh waktu lama baginya lepas dari sensasi ketindisan malam itu. Entah apa yang terjadi setelahnya. Ia sudah lupa. Tubuhnya lemas seperti habis bertarung hingga tak sadar sudah tertidur.

“Seumur hidupku barupa lihat langsung hantu Kak, di sinipi,” ucap teman kamar Lile.

“Ada memang hantu di asrama, Dek,” si kakak hanya tersenyum menimpali.

Rupanya Lile tak sendirian. Pertama kalinya melihat sesosok hantu dan mengalami ketindisan setelah jadi anak asrama. Baginya, kejadian malam itu seperti alarm supaya dia tak pernah lupa baca doa sebelum tidur. Apalagi tinggal di asrama yang lokasinya jauh dari keramaian kota. Asrama yang terletak di antara hutan dan pegunungan tinggi.

“Memang ini lokasinya sekolahta ada cerita mistisnya. Dulu ini toh pernah dijuluki Desa Parakang,” ucap si kakak melanjutkan cerita.

“Apa itu Parakang, Kak?” Lile menimpali dengan rasa penasaran. Si kakak menatapnya dengan wajah keheranan. Ada ketakutan terlihat di mata Lile.

Bersambung

Baca : Hantu Asrama Part 1-7

Akronim :
Aspuri = Asrama Putri

Gambar : Dokpri Penulis
Editor: Faudzan Farhana

By uliwhy9

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!