Apa hubungannya lagu gundul- gundul pacul dan SMUDAMA?
Angkatan yang dapat percobaan kurikulum berbasis kompetensi pasti tahu benar hal ini.
Ya..kala itu Angkatan 7 SMUDAMA mendapat keistimewaan khusus sebagai salah satu sekolah di Sulawesi Selatan yang berkesempatan menjadi lokasi uji coba kurikulum baru. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) namanya, dengan standar kelulusan yang lumayan tinggi, yaitu nilai 75.
Kurikulum ini lebih berfokus pada praktek dan diskusi, di mana guru berperan sebagai fasilitator, dan siswa dituntut untuk lebih aktif. Perubahan kurikulum ikut mengubah beberapa materi pelajaran. Salah satunya, pelajaran seni.
Jika di angkatan sebelumnya, seni mencakup seni musik, seni suara, seni rupa, dan seni tari. Di kurikulum KBK, mata pelajaran seni hanya berfokus pada seni suara dan musik saja.
Saya yang memang mempunyai potensi mendapat nilai rendah di seni rupa, sangat senang mendengar keputusan ini. Setidaknya di musik dan suara, saya bisa mengikuti.
Kala itu semester satu. Tugas praktikum dari pelajaran seni adalah mampu memainkan alat musik, dan alat yang dimaksud adalah recorder. Beberapa siswa dari angkatan kami ada yang sudah mahir sejak awal, ada yang kemahirannya level medium, dan tidak sedikit juga yang masih pemula.
Lumrahnya sebuah seni, bukan hanya kemampuan yang berperan, tapi bakat dan jiwa seni pun ikut mendukung keberhasilan tugas ini. Akhirnya para siswa kelas satu saat itu masing-masing membeli recorder. Saat minggu pulang, atau titip dibelikan ke teman. Saya lupa tepatnya karena saya sendiri sudah punya benda ini semenjak SMP.
Memainkan recorder membutuhkan sebuah melodi yang indah dari sebuah lagu. Lagu yang dipilih oleh guru saat itu adalah Gundul- gundul Pacul. Mungkin pertimbangannya saat itu adalah nada yang sederhana. Hanya do mi do mi fa sol sol, si do si do si sol. Do mi sol fa fa sol fa mi do fa mi do. Dengan nada sederhana dan banyak repetisi, harapannya siswa lebih mudah mempelajari dan semua bisa lulus saat ujian presentasi di akhir semester.
Sejak tugas recorder itu, asrama SMUDAMA yang awalnya tenang dan sunyi, mulai riuh dengan lagu gundul gundul pacul yang berpacu bersahut-sahutan dalam melodi. Bisa dibayangkan bagaimana ributnya suara recorder dari kurang lebih 60 orang siswa.
Bagi yang sudah bisa memainkan alat musik ini didukung musikalitas yang bagus, gundul-gundul pacul terasa nyaman di telinga. Tapi bagi pemula, tidak jarang gundul-gundul pacul bagaikan lagu “horor” di telinga pendengarnya.
Nada yang tidak stabil, irama yang sering salah, serta tiupan yang menghasilkan suara melengking bak kucing kejepit, membuat pendengarnya merasa terintimidasi. Bahkan bisa jadi, burung- burung pun enggan berkicau mendengarnya.
Kemungkinan senior kami yang kelas 2 dan kelas 3 kala itu sudah jemu mendengar gundul-gundul pacul ini. Mereka ingin protes tapi apa boleh buat, ini tugas sekolah yang mempertaruhkan nilai kami. Sepertinya senior kami belajar berdamai dan bersabar terutama dengan suara fals dan seringkali melengking itu.
Terimakasih kakak-kakak yang sudah bertahan dengan kondisi saat itu. Kalian luaarr biasa.
Begitulah selama satu semester SMUDAMA dipenuhi alunan melodi gundul gundul pacul.
Tapi ternyata SMUDAMA belum bisa tenang karena di semester dua, giliran lagu “Naik-Naik ke Puncak Gunung” yang menggantikan gundul-gundul pacul. Untungnya dengan melodi dari instrumen yang berbeda, melodi dari petikan gitar.
Yang diharapkan kala itu adalah semoga kakak-kakak kami di asrama bisa memperpanjang rasa sabarnya mendengar melodi- melodi yang pasti akan fals. Tapi setidaknya tak melengking lagi seperti suara recorder.
Keterangan:
Recorder: alat musik tiup yang dimainkan seperti seruling/suling.
Penulis : Fajri
Editor : Faudzan Farhana
Ilustrasi : Yati Paturusi
Gambar : pixabay.com
[…] Recorder dan Lagu Gundul-Gundul Pacul […]