Pelajaran hidup bisa datang dari siapa saja dan kapan saja. Hal itu yang aku dan Rudi alami dalam perjalanan dari Orlando-Florida menuju Pittsburgh-Pennsylvania, USA.
Namanya Emily. Ia duduk sebaris dengan kami di penerbangan dua setengah jam ini. Awalnya, tak ada percakapan yang terjadi.
Setengah perjalanan kami habiskan dengan urusan masing-masing. Rudi sibuk dengan laptopnya dan aku menyempatkan tidur sejenak kemudian ikut membuka laptop. Emily menikmati makan dan minum yang dipesan pada awak kabin.
Sejam kemudian, aku dan Rudi bergantian ke kamar mandi. Kursinya yang dekat dengan lorong dan aku di tengah memudahkan kami untuk berdiri tanpa mengganggu orang lain.
Emily sesekali nampak meregangkan tangan dan memijat kakinya. Aku yang masih membuka laptop sesekali melirik padanya, bertanya dalam hati kalau-kalau ia ingin ke kamar mandi.
“Maaf, ya,” ia mengira aku melirik karena merasa terganggu. “Tak apa-apa. Hanya ingin bilang kalau kau ingin ke kamar mandi, tolong beritahu kami,” jawabku.
Ia menggeleng, tak ingin ke kamar mandi. Pertanyaanku membuka percakapan kami.
Kecelakaan yang Menimpa Emily
Dibonceng pacarnya, kecelakaan yang mereka alami benar-benar tragis. Saat itu mereka melewati jalan tol1. Terjadi kecelakaan di sisi jalan yang berlawanan arah dengan mereka.
Sebuah mobil terlempar melompati pembatas jalan dan mendarat tepat di depan motor Emily dan pacarnya. Tak terelakkan, mereka menabrak mobil itu. Emily terlempar jauh dan mendarat di bumper mobil lain dengan posisi kaki di belakang kepala. Sedang pacarnya tewas saat itu juga.
Emily terluka parah. Ia mengalami 28 patah tulang di sepanjang lengan, pergelangan tangan, paha atas, jari kaki, dan tulang belakang. Badannya kini penuh pen2.
Ia menjalani 7 operasi dalam 5 hari, 6 hari koma, 3 minggu di ICU, dan berbulan-bulan di rumah sakit. Bahkan di hari-hari awal kejadian, ia yang tak membawa identitas tak segera dapat dikenali. “I was a Jane Doe3.”
Ibu dan kakaknya khawatir karena tak dapat menghubunginya. Keluarga yang tinggal di Pittsburgh bingung mencari Emily yang tinggal di Orlando.
Beberapa hari kehilangan kontak dengannya, mereka akhirnya menemukan jalan mendapat kontak dengan keluarga pacar Emily. Mereka mengabarkan anak mereka meninggal dalam kecelakaan, namun tak mengetahui kondisi Emily.
Tak dapat dibayangkan kepanikan keluarganya. Namun melalui informasi ini, keluarga Emily dapat menemukannya.
Sayangnya meski telah mendapati rumah sakit tempat ia dirawat, mereka tak dapat mendampinginya karena wabah Covid-19. Semua proses pemulihan di rumah sakit ia jalani sendiri. Setelah sadar ia meminta keluarganya untuk kembali ke Pittsburgh, karena mereka pun tak dizinkan masuk menjenguknya.
Sikap Positif Emily
Kami yang mendengar ceritanya hanya mampu tercengang, berkomentar satu-dua. Kuperhatikan, tak kelihatan kalau ia baru saja mengalami kecelakaan hebat hampir 2 tahun lalu.
Wajahnya berganti dari mata yang berkaca-kaca saat menceritakan kejadian itu dan sumringah saat bercerita tentang keluarganya yang akan ia jumpai setiba di bandara.
“Kejadian ini mengubah misi hidupku.” Emily mengatakan ia yang lahir dari keluarga kolot memutuskan ke Orlando untuk menikmati hidup dan mencari penghasilan sendiri. Tapi kini ia ingin pulang, menetap sementara di Pittsburgh dan kembali pada keluarganya.
“Aku tak tahu bagaimana masa depanku. Tapi sekarang aku ingin pulang ke rumah, tinggal bersama keluarga yang mencintaiku.”
Mungkin ia akan kembali bertualang mencari hidupnya. Tapi nanti, ia tak ingin memikirkan hal itu sekarang.
“Tak ada janji untuk hari esok. Yang bisa kulakukan adalah menikmati hidupku yang sekarang. Bersyukur atas apa yang kupunyai saat ini.”
Ia selamat dari kecelakaan hebat. Ia mampu berjalan meski sebelumnya dokter memberi tahu berkali-kali ia akan sulit untuk bisa berjalan kembali. Dan sekarang ia melakukan perjalanan sendiri dengan bawaan yang tak ringan.
Yang hebat dari semangat Emily, ia jalani semua sendiri dengan dukungan keluarganya dari jauh. Rehabilitasi banyak dia lakukan di rumah, sesekali oleh fisioterapis4. Ia tak mengizinkan keluarganya datang menemani dengan alasan kesehatan.
Sangat wajar jika ia jatuh pada pikiran buruk atau menderita sakit mental. Mengingat ia menjalani pengobatan yang tak mudah dan harus berada di kursi roda selama berbulan-bulan.
Ia berpeluang mengonsumsi opioid sebagai penghilang rasa sakit. Jika ia meminta, dokter dapat meresepkan jenis obat narkotika. Namun ia hanya mengonsumsi obat jenis ini di empat bulan pertama, ketika tubuhnya masih tak sanggup menahan rasa sakit atas cederanya.
Tak ingin kecanduan, kini ia bertahan dengan obat pereda nyeri biasa, sambil menahan sakit yang masih agak terasa.
Namun ia mampu tetap bersikap positif. “Aku bersyukur, meski aku bisa saja bertanya kenapa hal ini terjadi padaku. Aku bersyukur mengalami kejadian ini dan bersyukur masih berkesempatan dapat berjuang untuk pulih.”
“Apapun yang kau beri untuk alam semesta, akan kembali padamu.” Ia yakin sikap positif yang ia jaga akan berimbas kembali padanya.
Ia bisa saja berpikir dan mempertanyakan nasib. Kenapa harus dia yang mengalami ini, ketika mereka berkendara hati-hati tanpa pelanggaran. Tapi ia tak ingin berlarut dengan itu. Pertanyaan-pertanyaan negatif yang muncul di awal masa sakitnya disingkirkan dan diganti dengan hal positif lainnya.
“Ini akan jadi pertemuan pertama dengan keluargaku sejak kecelakaan terjadi. Mereka akan melihat aku datang dengan berjalan.” Aku dapat melihat senyum lebar di wajahnya, meski dengan wajah tertutup masker.
Kami pun berpisah, setelah sebelumnya aku dan Rudi mengucapkan selamat atas kesembuhannya. Tak lupa kami berterima kasih atas kisahnya yang menginspirasi.
Tak jarang kita kurang bersyukur atas sesuatu atau seseorang hanya karena hal itu terasa biasa. ‘We take it for granted’ 5, membuat kita lalai menikmatinya dan baru terasa setelah kehilangan.
Tak jarang pula kita terjebak dengan mempertanyakan nasib, situasi, dan kondisi yang terjadi pada kita. Berlarut dalam menyalahkan situasi dan sibuk atas luka sendiri.
Padahal kita bisa memilih, mempertanyakan takdir Tuhan atau bersyukur dan menikmati hidup kita saat ini. Sebab, tak ada janji untuk hari esok.
Penulis : Yati Paturusi
Editor : Uli’ Why
Gambar : Dokpri Penulis
Catatan :
1Sebagian besar negara bagian di USA mengizinkan pengendara motor menggunakan jalan tol, kecuali jenis jalan tol tertentu.
2Penyangga dari logam seperti tembaga dan sebagainya untuk memperkuat tulang yang retak, patah, rapuh, dan sebagainya.
3Nama yang dipakai dalam proses hukum untuk menyebutkan wanita yang tidak dapat diidentifikasi atau sengaja disembunyikan.
4Orang yang dengan keilmuan melakukan pengobatan terhadap penderita yang mengalami kelumpuhan atau gangguan otot
dengan tujuan melatih otot tubuh agar dapat berfungsi secara normal.
5Idiom yang berarti tidak mengapresiasi atau mensyukuri apa yang kita punya.
[…] Baca juga : Tidak Ada Janji untuk Hari Esok […]