Sadar DiriSadar Diri

Kehidupan selalu menawarkan selaksa rupa dalam setiap helaannya. Jelmaannya seketika berubah jika paparan “keakuan” menyapa dalam relung yang goyah. Sehingga menyeruak lepas pada titik rupa, berwujud sikap yang tertoreh.

Dalam setiap paparan yang ada, terkadang kita lupa bahwa untaian yang mengalun itu bukan warna yang semestinya kita sematkan. Derasnya terpaan membuat kita lupa akan identitas yang seharusnya bersemayam elok di rimbun bernama jiwa. 

Semesta pun tak akan bisa merubah rotasi yang ada. Bahkan Sang Pencipta pun enggan menafsirkan perjalanan hidup seseorang sampai dia sendiri yang bangun dan menyadarkan diri pada rupa yang semestinya dia jalankan di koridor pilihan kesadaran. 

Sadar diri bisa menjadi alarm nyata bahwa posisi tawar dalam hidup masih berfungsi dengan baik. Karena sadar diri membuat kita mampu mengunggah perasaan yang tertampar oleh belokan realita yang tak sesuai dengan ekspektasi saat berlabuh. 

Dengan sadar diri, kita merekonstruksi ulang puing-puing kekurangan yang harus kita perbaiki sehingga menjelma menjadi bangunan yang kokoh seperti yang kita harapkan.

Sadar diri memerlukan spare-part pendukung dan energi positif untuk memulai mengambil langkah yang lebih bijak kedepannya. Posisi ini akan lebih memukau bila di setiap rengkuhannya bersenandung ketulusan dan kesabaran.

Meletakkan diri pada posisi paripurna bukan berarti merendahkan diri karena dua arus ini berbeda.

Sadar diri merebahkan posisi pada elemen kualitas lebih bijak ke depan. Sedangkan merendahkan diri adalah posisi terendah yang melihat diri sebagai sosok yang tak berguna dan bermartabat.

Sehingga yang lahir adalah mentalitas kemunafikan, malas, dan selalu mengebiri diri sendiri untuk menarik simpati orang lain.

Memosisikan diri pada letak kuasa dan kelemahan adalah sikap positif yang harus kita bangun, sebab pribadi yang sadar diri akan selalu merekonstruksi pribadinya pada kelemahan-kelemahan sebelumnya.

Sehingga mampu bangkit kembali untuk lebih memaksimalkan kualitas hidupnya esok nanti. 

Pada entitasnya, pribadi sadar diri adalah selalu menautkan sikap introspeksi diri yang pada titik akhirnya dia akan khatam betul siapa dirinya dan bagaimana dia meletakkan posisi diri pada tensi yang bermakna di relung kuas realitas kebajikan.

Mari jadikan diri sebagai pribadi yang tak alergi akan kelebihan orang lain. Belajarlah untuk memantapkan sikap sportif dalam hidup sembari belajar untuk lebih elegan dan bijak menempatkan diri. Sebab kesulitan yang tak terlihat, namun tampak mengganjal dalam diri adalah menemukan jadi diri itu sendiri.

Untuk menyingkap tabir dari diri kita sendiri, perlu mulai memahami dan memantapkan diri untuk berani menata dan instrospeksi diri ke arah lebih barmakna dan bermanfaat bagi sesama. 

Kerancuan hidup beririsan dengan ketidakmampuan mengubah diri, sehingga jangan salahkan mereka jika tidak menaruh respek dan mengikutimu.

Walaupun engkau berjubah emas dan beralas liontin mewah dalam setiap langkah yang engkau jejaki. Walaupun ada, mungkin hanya segelintir orang yang mengerumunimu dengan decak kekaguman. Namun percayalah, mereka tidak akan pernah menilai kualitas dirimu tapi hanya berlabuh pada eloknya hiasan yang engkau gunakan.

Pada akhirnya, saat roda berganti arah dan engkau jatuh pada kubangan kehancuran, yang tersisa sesak penyesalan yang tersemat dengan kesendirianmu.

Bijaklah menempatkan diri pada altar ketulusan hati sesama. Dengan memulai menjaring kepatutan dan kelayakan diri dengan menjadi mata jaring kebaikan sesama.

Jangan menjadi aral bagi sesama, namun jadilah agen perubahan untuk sesama. Agar alam menaburkan doa untuk kebahagian hidupmu ke depannya.

Baca juga : Berlari Saja Tidak Cukup, Hadapi Masalahmu

Penulis: Askarim
Editor:
Uli’ Why
Gambar: Olia Danilevich

One thought on “Sadar Diri”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!