Mengejar Kebahagiaan SemuMengejar Kebahagiaan Semu

Hampir semua yang ia miliki adalah impian orang lain. TV besar dan set home theater yang lengkap dengan kursi kulit untuk menikmati alunan musik dan dentuman suara film pilihan. Koleksi buku senilai1 juta yen** menggunung di rak ruang tamu apartemen. Peralatan kamera lengkap dengan ruangan khusus. Gitar listrik dan pengeras suara, set komputer, iphone dan tempat tidur yang nyaman.

Ia bercerita tentang kehidupannya sehari-hari.

Setiap hari ketika pulang dari bekerja, ia melepaskan pakaiannya, dilemparkan kemana saja dan dibiarkannya berserakan di lantai. Setelah itu, ia mandi, kemudian duduk di depan sebuah TV berukuran 42 inch, menonton film favorit, yang beriring tegukan sekaleng bir. Ketika malam mulai beranjak, minuman beralih pada sebotol anggur. Ia pernah menghabiskannya terlalu cepat, hingga dalam keadaan mabuk, ia harus membeli lagi di minimarket terdekat.

Ia pernah mendengar bahwa alkohol tidak membuat seseorang bahagia. Tapi, alkohol bisa menjadi pelarian dari rasa kenestapaan. Kalimat tersebut seperti tergambar dalam kehidupannya. Mencari pelarian dari hati yang merana, walau hanya bisa ia nikmati sesaat.

Karena tidurnya yang larut, ditambah pengaruh minumal alkohol yang masih melekat, ia bangun dalam kondisi kepala serasa berat, dan menggayut karena sakit. Suara alarm yang berdering secara periodik, menjadi satu-satunya harapan yang membuatnya bangkit dari kenyamanan tempat tidur. Ia kemudian bergegas membersihkan diri untuk beraktivitas. Lemak diperutnya menghiasi dirinya dalam perenungannya di kamar mandi.

Setelah mandi, ia kemudian memakai pakaian yang tak tersentuh pelicin. Sesaat, ia melangkahkan kakinya ke luar pintu, sambil memandang serakan pakaian bekas yang belum dicuci. Dan dimulailah petualangan rutinnya setiap hari.

Kegelisahan dan kebosanan menghiasi dirinya selama bekerja. Ia tak lagi fokus pada target dan pekerjaan utama. Kecenderungan hatinya hanya tertuju pada hal-hal yang tak berguna untuk menghabiskan waktu diruang kerja. Ia berselancar dalam dunia maya tanpa batas, berkunjung dari satu situs ke situs lain. Ia hanya berusaha membalas surat elektronik yang masuk secepat mungkin, agar ia nampak melakukan pekerjaan dengan baik. Semua itu dilakukannya hanya untuk menunggu waktu pulang ke rumah. Untuk kembali melemparkan pakaian ke sudut tak terhingga di apartemennya.

Setiap hari adalah proses untuk membuat alasan.

Tidak bisa bangun pagi karena bekerja hingga larut malam
Berat badan naik karena faktor keturunan
Butuh lingkungan tempat tinggal yang lebih baik
Ruang apartemen terlalu sempit untuk menyimpan apapun


Ketika keadaan menjadi kacau balau,
yang salah adalah orang lain
Yang salah adalah ruang dan waktu,
yang salah adalah penghasilan yang tak mencukupi


Tak ada ruang untuk pikiran positif, yang ada hanya pembenaran tak berujung

Apakah ia yang dimaksud adalah aku?
Apakah ia yang bersalah adalah diriku?
Apakah ia yang berkeluh kesah adalah aku?
Apakah ia yang mencari pembenaran adalah diriku?

Jika ia adalah aku,
akan kutarik napasku, lalu kupejamkan mataku
Dengan kekuatan yang kumiliki, akan kugerakkan bibirku

“Semua berakhir hari ini,
ia adalah masalah lalu.
Aku adalah masa depan yang tak takut gagal mencoba.
Ia yang mengejar kebahagian semu, dan
aku yang mengejar mimpi terindah.”


*Ia adalah Fumio Sasaki, dalam bukunya “Hidup Minimalis ala Orang Jepang”
** 1 juta yen setara dengan 130 juta rupiah sesuai dengan kurs pada waktu buku ini diterbitkan

Baca juga : Semangkuk Kuah Bumbu Mi Instan

Penulis : Efie Kurniawan
Editor : Uli’ Why, Faudzan Farhana
Ilustrasi : Uli’ Why
Gambar : Luis Villasmil & Michal Pechardo


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!