Kehidupan selalu menawarkan selaksa rupa dalam setiap helaannya. Jelmaannya seketika berubah jika paparan “keakuan” menyapa dalam relung yang goyah. Menyeruak lepas pada titik rupa berwujud sikap yang tertoreh. Dalam setiap paparan yang ada, terkadang kita lupa bahwa untaian yang mengalung bukan warna yang semestinya kita sematkan akan tetapi karena derasnya terpaan, kita lupa akan identitas yang seharusnya bersemayam elok di rimbun bernama jiwa.

Semesta tak akan bisa merubah rotasi yang ada, bahkan sang pencipta pun enggan menafsirkan perjalan hidup seseorang hingga dia sendiri yang bangun dan menyadarkan diri pada rupa yang semestinya dia jalankan di koridor pilihan kesadaran.  Sadar diri bisa menjadi alarm nyata bahwa posisi tawar dalam hidup masih berfungsi dengan baik, karena sadar diri membuat kita mampu mengunggah perasaan yang tertampar oleh belokan realitas yang tak sesuai dengan ekspektasi saat berlabuh.

Maka disitu lah elegannya sikap akan menyeruak hebat berlabuh di dada kita. Menyelami posisi sadar bukan berarti kita ingin membelokkan keadaan pada labuhan yang berbulir menjadi penghambaan sosok. Namun, posisi sikap ini lebih pada kesantunan jiwa menerima hal yang di luar dari kuasa yang bisa kita gapai dalam lantunan realitas yang terpahat di depan mata.

Kuasa akan rasa respek dan rentetan pertimbangan dengan arus kedewasaan yang matang membuat posisi mengenal diri lebih terhormat dibandingkan memaksa keadaan yang akan berakhir dengan jauhnya ekspektasi yang ingin kita torehkan. Kilasan sikap ini banyak terjadi di beranda realitas kita, di mana suguhan cerita yang terangkai bisa jadi berada dalam liukan masa lalu yang pernah kita dulang jauh sebelumnya.

Seperti putaran waktu yang berlalu di mana suguhan memori menguat kala waktu mengenyam suasana sekolah asrama di SMUDAMA. Kala untaian cerita dan kesan begitu menari di sanubari. Semua letupan itu melantang hebat, di mana akhir pekan selalu menjadi momen yang begitu menggembirakan bagi para penghuni asrama tak terkecuali penghuni Palem dan Pinang kala itu.

Namun, ada yang berbeda dalam cerita akhir pekan kami kali ini. Di mulai dari undangan wali kelas untuk menonton fim Bollywood, Kuch Kuch Hota Hai, yang katanya banyak membuat orang jatuh cinta. Entahlah, namun bagi kami anak asrama ajakan wali kelas adalah suatu kehormatan tersendiri. Singkat cerita, tiba lah pemutaran film yang ditunggu, ditemani cemilan pisang goreng dan teh hangat sebagai kudapan menemani kami.

Tak ada yang menarik di awal pembuka film ini. Semua terasa sama dalam hati. Tarian dan nyanyian ala film-film India berkesan standar saja. Namun, semua semakin menarik kala alur mulai berputar arah seakan torehan waktu bertolak belakang dengan kecupan suasana yang selalu memberikan auman rasa senang dan luapan kegembiraan yang biasa kami lakoni. Di mana guratan wajah berotasi 180 derajat, saat kisah begitu menghangat dan banyak menyisakan sesak yang menyayat di guratan yang terpahat di wajah para penonton. Sesekali wajah berpaling untuk menetralisir dan mendepak lelehan air mata yang menghangat dan mendarat di ujung mata. Sapuan dengan alasan mata kelilipan menjadi alibi penguat bahwa kami tidak terprovokasi oleh keadaan yang ada.

Rasa gengsi itu melebur dan tidak tersisa kala torehan kepedihan bersarang mulus saat Anjali (yang diperankan oleh Kajol), menanti labuhan rasa yang teramat dalam pada Rahul (yang diperankan Shah Rukh Khan). Namun, berbanding terbalik dengan harapan yang tersemat. Masih terekam jelas muasal rasa itu bersemi mengatakan “aku menyukaimu, aku mencintaimu”. Ucap rahul sang donjuan. Membawa getaran yang berbeda kala itu bagi Kajol. Detik itu pula benih rasa cinta bersemi begitu indah menyelami relung hatinya.

Namun, semua itu sirna belaka ketika ucapan itu ternyata hanya sekedar latihan untuk mengungkapkan cintanya pada Tina (diperankan oleh Rani Mukerji). Cerita pun semakin memantik kesedihan kala mereka harus berpisah karena Anjali memutuskan untuk pulang kampung.  Singkat cerita, kisah kembali berlanjut ketika mereka dipertemukan kembali di akhir cerita melalui perantara Anjali kecil, buah kasih sayang antara Rahul dan almarhumah Tina.

Film Kuch Kuch Hota Hai memberikan penguatan bahwa persahatan akan selalu mendekap erat setiap pelakonnya dan bahkan bisa merubah rotasinya menjadi rasa cinta untuk saling memiliki. Namun, jauh sebelumnya sebelum semua berproses maka perlu membangun kesadaran diri secara paripurna. Sadar diri memerlukan pendukung dan energi positif untuk memulai mengambil langkah yang lebih bijak ke depannya. Posisi ini akan lebih memukau bila di setiap rengkuhannya bersenandung ketulusan dan kesabaran.

Realitas sekolah asrama selalu menyisakan cerita berbalut puluhan rasa berkembang. Ada alunan cerita asmara yang bersemai dengan sayap-sayap keindahan. Ada pula balutan rasa yang tertahan karena ikatan persabahatan lalu akhirnya getaran rasa itu mengkristal menjadi ikatan emosional yang semakin dalam dengan bingkai cinta untuk memiliki seutuhnya.

Apa pesan moral yang bisa kita petik dalam film yang mampu meraih penghasilan hingga 1,06 miliar atau US$14 Juta di tahun 1998 dan mengantar Shah Rukh Khan, Kajol dan Rani Mukerji juga menerima banyak penghargaan bergengsi. Mulai dari Best Male Actor, Best Female Actor dan Best Supporting Female Bollywood Movie Awards. Suguhan ini memberikan penguatan pula bahwa membangun kesadaran diri itu sangat penting.

Pada hakikatnya pribadi sadar diri adalah selalu menautkan sikap introspeksi diri untuk memahami siapa dirinya dan bagaimana dia meletakkan posisi diri pada tensi yang bermakna di relung kuas realitas kebajikan. Maka, mari jadikan diri sebagai pribadi yang tak alergi akan kelebihan orang lain, belajar lah untuk memantapkan sikap sportif dalam hidup sembari belajar untuk lebih elegan dan bijak menempatkan diri.

Film Kuch Kuch Hota Hai memberikan penguatan pula bahwa persahabatan harus mengukir alur  saling memahami satu sama lain. Serta berani menata dan introspeksi diri sendiri ke arah lebih barmakna dan bermanfaat bagi sesama. Karena kerancuan hidup beririsan dengan ketidakmampuan mengubah diri sendiri,sehingga jangan salahkan mereka tidak menaruh respek dan mengikutimu walaupun engkau berjubah emas dan beralas liontin mewah dalam setiap langkah yang engkau jejaki.

Keterangan:
Donjuan: lelaki yang memburu cinta.

Penulis: Askarim
Editor: Faudzan Farhana
Ilustrasi: Yati Paturusi
Gambar: Apple TV, lunapic.com

One thought on “Menyelami Makna dari Film Kuch Kuch Hota Hai”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!