Tepat pada 14 Februari 2024 yang lalu, pemerintah menyelenggarakan hajatan nasional sebagai sebuah negara demokratis: Pemilihan Umum (Pemilu).

Pemilu merupakan  momen bagi warga negara untuk menggunakan haknya dalam memilih siapa yang akan diberikan tanggung jawab dan wewenang untuk mengelola negara selama lima tahun ke depan.

Mengingat pentingnya hasil dari penyerahan hak ini, wajar jika antusiasme dan animo warga negara menjadi besar.

Bagaimana tidak, beberapa detik di bilik pemilu bisa menentukan bagaimana situasi dan kondisi politik negara yang tidak hanya akan memengaruhi day-to-day-life warga negara. Tapi juga menjamin kelangsungan pencapaian rencana dalam jangka panjang di masa depan.

Tidak seperti lima tahun lalu yang suasananya benar-benar seperti pesta, pemilu tahun ini sedikit kurang meriah. Disebabkan komposisi pasangan calon yang kurang lebih homogen dan gegernya pemberitaan isu kecurangan.

Terlepas dari kontroversi penyelenggaraannya, pemilu ini sebenarnya momentum bagi negara mengakomodasi hak kita sebagai warga negara ini menjadi pas untuk mempelajari kembali konsepsi dan gagasan hubungan antara negara dan warga negara.

Jika dalam resensi sebelumnya yang berjudul Bangsa yang Mustahil: Indonesia, etc kita mencoba mengenali kembali negara kita tercinta ini, maka dalam buku kali ini kita mempelajari kembali hak sebagai warga negara.

Buku Citizenship in Indonesia: Perjuangan atas Hak, Identitas, dan Partisipasi ini sangat pas dalam memaparkan hal-hal ini.

Kewarganegaraan di Indonesia

Buku yang hadir berkat kerjasama KITLV dan Universitas Gadjah Mada ini secara serius menggali isu-isu kewarganegaraan di bawah pimpinan Ward Berenschot dan Gerry van Klinken yang kemudian juga menjadi editor dari buku ini.

Secara garis besar, tulisan-tulisan yang disajikan dibagi ke dalam lima bagian utama. Pertama, pengantar tentang bagaimana diskusi tentang kewarganegaraan berkembang di Indonesia dan bagaimana buku ini disusun untuk menyarikan diskusi ini secara sistematis.

Selanjutnya, dua tulisan dikelompokkan dalam kategori sejarah dengan melihat perkembangan diskusi kewarganegaraan dalam praktik pemerintahan daerah dan kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).

Kategori ketiga yang mewadahi empat tulisan secara komprehensif mengulas hubungan kewarganegaraan dan hak dengan studi kasus korban peristiwa 1965, makelar layanan kesehatan, serikat buruh, dan serikat pekerja.

Berikutnya, di bawah kategori kewarganegaraan dan identitas, ada empat tulisan yang secara khusus mengulas persoalan Ahmadiyah, Wahdah Islamiyah, masyarakat adat di Sulawesi Selatan, dan orang Makian dan Pagu di Maluku Utara.

Terakhir namun tidak kalah penting, empat artikel dalam kategori kewarganegaraan dan keikutsertaan yang menceritakan tentang berbagai relasi antara para sukarelawan dalam kegiatan pengembangan masyarakat di Medan, bagaimana pembagian kelas dan kewarganegaraan sehari-hari di perdesaan, politik transaksional dalam isu kewarganegaraan di Indonesia, serta kewargaan digital.

Kekuatan dan Kelemahan

Keseluruhan artikel memberikan gambaran yang sangat menarik dan komprehensif dalam memotret diskusi mengenai kewarganegaraan dan praktik serta pengamalam pribadi yang berkembang di Indonesia dengan sangat baik.

Meski terlihat tebal, setiap artikel dalam buku ini dapat dibaca sendiri-sendiri tanpa kehilangan ide besar memaknai kewarganegaraan. Sehingga pembaca bisa menentukan sendiri kecepatan membacanya.

Sayangnya, seluruh artikel merupakan hasil alih bahasa dari bahasa Inggris sehingga di beberapa artikel terasa ada pilihan kata yang tidak terlalu lazim digunakan atau terasa sedikit formal.

Padahal, sebagian besar penulis merupakan akademisi Indonesia yang tentunya punya kemampuan dasar menuangkan gagasannya dalam bahasa ibunya sendiri.

Terlepas dari sedikit ketidaknyamanan ini, detail yang sangat kaya dalam buku ini menjadikannya layak untuk diwajibkan bagi siapa pun yang tertarik untuk memahami lebih lanjut kewarganegaraan di Indonesia.

Keterangan:
animo: semangat
makelar: perantara perdagangan (antara pembeli dan penjual); orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli; pialang
transaksional: berhubungan dengan transaksi
bahasa Ibu: bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya

Penulis : Faudzan Farhana
Editor : Uli’ Why
Gambar : Canva


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!