Seedfolks Review BookSeedfolks

Seedfolks bercerita tentang sekumpulan orang dengan usia dan latar belakang yang beragam, mengubah sebuah tanah kosong penuh tikus dan sampah menjadi kebun bersama yang indah. Bermula dari Kim, seorang gadis kecil yang menanam dengan alasan polos dan sederhana, diikuti oleh Wendell, yang meski tak dapat mengubah nasibnya merasa bisa mengubah sepetak lahan kosong menjadi sesuatu yang bermanfaat. Beberapa orang yang melihat kemudian memutuskan untuk bergabung, sebagian lain mencoba membantu menyelesaikan masalah utama yang dihadapi (sampah dan air), dan sisanya cukup puas hanya menjadi penonton yang menikmati keindahan kebun di salah satu sudut Kota Cleveland, Ohio, Amerika Serikat ini.

Sayuran/buah/bunga yang ditanam beragam, alasan mereka untuk bergabung pun beragam: Kim menanam five beans (jenis kacang yang menyerupai kacang kapri) karena rindu pada almarhum ayahnya; Ayah Virgil, seorang supir taksi, menanam selada semata ingin menghasilkan uang; Curtis menanam tomat karena ingin menarik hati mantan kekasihnya; Sae Young memutuskan ikut berkebun untuk menghilangkan trauma masa lalu; dan Sam sekedar ingin berkontribusi bagi komunitas di lingkungannya.

Karakter-karakter dalam Seedfolks
Sumber: Buku Seedfolks

Selain bermakna komunitas orang berkebun, Seedfolks juga merupakan istilah bagi keturunan pertama para imigran Amerika Serikat. Novel pendek karya Paul Fleischman ini disajikan sederhana dalam 13 bab, berupa narasi dari 13 karakter yang berasal dari Vietnam (Kim), Guatemala (Gonzalo), Korea Selatan (Sae Young), Inggris (Nora), Puerto Rico (Marcella) dan India (Amir), serta warga Amerika kulit putih (Ana, Wendell, Sam) dan kulit hitam (Leona, Virgil, Curtis, Florence).

Gaya bahasa masing-masing bab disesuaikan dengan karakter yang sedang bercerita. Misalnya pada bab Sae Young yang kurang fasih dalam berbahasa Inggris, diksi dan tata bahasa yang digunakan sangat sederhana dan berupa kalimat-kalimat pendek.

Berbeda dari buku lainnya, Seedfolks tidak mengikuti alur cerita normal (pengenalan-konflik-klimaks-antiklimaks). Buku ini lebih bercerita tentang harapan yang tumbuh seiring tanaman yang menghijau, bagaimana tiap karakter memaknai kebun bersama bagi diri mereka sendiri atau orang lain, serta mengangkat pesan-pesan sosial seperti:

Sebagian mereka berkelompok sesuai ras – orang kulit hitam di satu sisi, kulit putih di sisi lain, Amerika Tengah dan Asia di bagian belakang; seorang wanita Polandia tidak mencabut tanamannya yang kecil atau tidak sehat agar tanaman lain bisa tumbuh sehat, sebab mengingatkannya pada barak pengungsian zaman Nazi dimana para tahanan dibagi menjadi dua – yang sehat dapat hidup dan yang sakit harus mati; Seorang wanita Italia mengubah pandangannya terhadap Amir, pria asal India. Ia mengagumi tanaman Amir, berbincang akrab bahkan menanyakan kabar keluarganya, tanpa menyadari ia pernah menyumpahi pria yang sama di sebuah toko. Saat itu, baginya Amir adalah seorang pria asing berkulit coklat, kini di dalam kebun bersama, Amir adalah pria santun yang terampil berkebun.

Di akhir buku, diceritakan bagaimana sekat-sekat sosial mulai diabaikan, meski hanya antar sesama anggota komunitas. Satu bantuan yang diulurkan akan dikembalikan dengan kebaikan yang lain, saling memuji tanaman, berbagi hasil kebun, pesta bersama, bahkan mengejar kriminal bersama.

Tanaman, peran dan alasan yang berbeda dari komunitas ini mencerminkan setiap orang yang datang ke Amerika Serikat dengan kemampuan, peran dan alasan masing-masing. Bagaimana negeri ini terbentuk, berkembang dan tumbuh, tidak lepas dari peran imigran yang datang dari berbagai negara. Dan sekecil atau sebesar apapun peluang yang dimiliki pendatang, mereka punya jalan masing-masing untuk merintis hidup di tanah harapan ini.

Penulis: Yati Paturusi
Editor: Faudzan Farhana
Gambar & Ilustrasi: Yati Paturusi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!