Jangan sibuk menghambakan diri pada orang lain. Sebab ukuran kebahagiaan itu bukan pada orang lain, namun kita yang menentukan dan kita pula yang memolesnya dalam torehan realitas.

Jangan sekali-kali memantaskan diri pada ukuran orang lain, sehingga kita selalu menakar dan melegalkan cara yang tak pantas dengan sesuatu yang bertabrakan dengan hati. Karena turbulensi akan rasa ini menodai kemurnian dari hati. 

Potensi dan kekuatan kita teramat miris bila selalu berkiblat pada hal yang jauh dari kepakan kemurnian rasa. Ukuran ideal bukan menghambakan diri pada sesama manusia, karena ketukan keseimbangan suatu hubungan bukan antara budak dan majikan.

Elemen keanggunan dan keharmonisan hidup adalah ketika timbangan melahirkan  kesetaraan. Dalam menapaki hidup, kita perlu memoles indahnya kuncup yang merekah dan yang tengah bersemi.

Terkadang realitas begitu menohok di pusaran badai kepentingan yang tidak seimbang. Sehingga tensi yang tercipta bermain dalam kisaran kuasa dan penindasan.

Lahirnya hubungan yang tidak simetris akan melahap dan memangkas hakikat dari kehidupan yang ada. Padahal entitas kehidupan lahir dari pola keseimbangan. Ada malam, pasti ada siang. Ada kesedihan, maka akan ada pula kebahagiaan. 

Hubungan yang ideal tentunya saling mengerti dan menerima kelebihan serta kekurangan masing-masing aktor dalam memahat realitas.

Setiap aktor harus saling berangkulan satu sama lain, sehingga konstruksi sosial dapat terbentuk dengan apik dalam menjalankan perannya masing-masing. 

Kokohnya pondasi hubungan terletak dari nilai konektivitas yang beralas saling percaya dan saling ketergantungan antara para pembentuk realitas yang ada.

Kokohnya suatu realitas dalam sistem sosial diciptakan melalui interaksi timbal balik yang menghasilkan sistem nilai dan keyakinan. 

Sistem nilai dan keyakinan tersebut apabila dilakonkan secara masif dan ditopang dengan elemen pendukung dari realitas, maka akan menjelma menjadi suatu konstruksi sistem yang elegan.

Sudah selayaknya memanusiakan manusia dalam suatu hubungan akan lebih memudahkan terbentuknya keseimbangan sosial.

Menjaga keutuhan suatu hubungan dengan tidak memperbudak dan mengeksploitasi adalah suatu dentuman keharusan untuk terciptanya suatu keindahan dalam kehidupan.

Untuk melenggangkan suatu keharmonisan kehidupan, benih awal yang harus ditanam adalah kepercayaan itu sendiri dan muaranya dari diri kita.

Membuat sesuatu yang dilakukan menjadi lebih baik adalah dengan menanamkan kepercayaan dalam diri pribadi, sehingga akan terlahir nuansa ketergantungan yang positif.

Seperti benih memerlukan tanah yang lembut untuk menumbuhkan tanaman. Selayaknya pula pembentukan kekuatan sosial yang harmonis membutuhkan sikap saling percaya dan menghargai satu dengan yang lainnya. Demi terwujudnya suatu tatanan yang sejuk dan dinamis ke depannya.

Jangan memperbudak satu sama lain dengan dalil kuasa yang kita miliki, apalagi menghalalkan cara karena memiliki sedikit amanah untuk memegang kuasa. Kekuatan alam tidak akan pernah mengetuk dua kali.

Jika suatu sistem tidak seperti yang engkau harapkan, bisa jadi ada yang salah dari caramu meretas kehidupan. Seperti itu pula dalam menjelajah suatu pola hubungan, perlakuanmu adalah pilihan untuk ditinggalkan di kemudian hari.

Jalin kesantunan dalam hidup dengan menjadi pelita bagi sesama. Jangan padamkan cahaya bagi orang lain.

Tempatkan sesama manusia dengan hakikat kemanusiaannya. Tegakkan kesantunan dan perelok dengan rasa respek dalam suatu hubungan. Sebab puncak dari titik kekecewaan adalah lahirnya sikap tidak peduli lagi dengan keberadaanmu.

Baca juga : Sadar Diri

Penulis : Askarim
Editor : Irfani Sakinah ; Uli’ Why
Ilustrasi : Yati Paturusi
Gambar : canva.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!