Di sekolah kami, SMUDAMA, dulu lalu ada sebuah barang elektronik yang sangat kami jaga karena di seantero sekolah barang ini hanya ada satu. Bagi kami warga Aspuri dan Aspurba, barang inilah yang menjadi magnet bagi kami untuk berkumpul di sela-sela waktu istirahat.
Televisi (TV) berbentuk kotak yang tua yang berada depan kamar Seruni 10, dekat tangga asrama putri. Sambil mengetik, kenanganku pun langsung teringat pada benda ajaib itu. Sembari membayangkan suasana sekolah, khususnya letak Aspuri, Aspurba, sumur, masjid, ruang saji dan tentunya seluruh ruangan dan tempat bersejarah di SMUDAMA. Semuanya langsung tampil dalam bayanganku.
Rindu itu pasti, namun mari kita ingat sejenak betapa TV tabung itu merupakan ‘pahlawan’ bagi kita kala itu. Di saat lelah memuncak, waktu istirahat pun datang. Kami warga Aspuri akan berkumpul di depan TV itu. Satu-satunya fasilitas hiburan bagi kami. Melalui media ini kami dapat melihat dan mengetahui kabar dunia di luar sana.
Suatu hari, kami yang baru saja membersihkan asrama, berkumpul di depan TV untuk mencari acara yang bisa kami nonton. Sambil bercengkrama dan tertawa lepas dan tentunya ada buku yang selalu kami pegang. Jadinya hanya kamuflase saja ingin menonton mencari hiburan. Namun buku tetap ada di tangan sebagai pengingat bahwa nontonnya jangan lama-lama. Ingat besok ada ujian fisika, kimia, matematika, dan semuanya.
Hari itu, Ahad, 26 Desember 2004. Sambil memegang remote, kami mulai menyalakan TV. Namun saat itu TV nya ngambek lagi, semut-semut lucu masih begitu banyak menutupi layar TV. Sehingga kami pun harus mengelus hingga mengoyangkan TV sambil menggoyangkan antenanya. Ini demi mendapatkan siaran bersih dari TV kesayangan kami. Tidak berapa lama, Alhamdulillah, setelah cukup drama mengatur antena, kami pun mulai bisa menonton.
“Astaqfirullah,” kami tiba-tiba terdiam dan melepas buku yang kami pegang lalu berteriak:
“ACEH! GEMPA TSUNAMI!”
Tidak menunggu lama semua personal Aspuri pun berkumpul di depan TV. Kami kaget melihat tayangan yang baru kami lihat. Semua siswa yang berada depan TV seketika beristigfhar. Semuanya terus menonton dengan serius. Antena TV pun kami jaga agar tetap di tempatnya sehingga kami tetap dapat memantau berita-berita yang ada di TV siang itu.
Belasan tahun lalu, telepon genggam masih sangat langka. Jangankan ponsel pintar, ponsel biasa bermerk Nokia yang hanya bisa dipakai untuk menelpon dan SMS pun masih bisa dihitung jari jumlahnya. Informasi tsunami Aceh hanya bisa kami dapatkan dari TV tabung ini. Tentunya, benda ini adalah salah satu benda bersejarah di SMUDAMA bagi kami.
Hari itu, tayangan TV yang ditampilkan menjadi salah satu tayangan terfavorit yang ditampilkan oleh program TV. Karena saat itu seluruh stasiun TV menayangkan siaran yang sama mengenai keadaan Aceh yang terkena dampak gempa 9,3 skala richter. Gempa yang disusul dengan tsunami yang berdampak hingga ke Benua Asia lainnya.
Hari ini, saya menonton TV yang tidak lagi berbentuk tabung, dan kebetulan tayangan yang muncul adalah keadaan Aceh yang sudah bangkit pascagempa dan tsunami 19 tahun lalu. Serta merta tayangan itu mengingatkanku pada sekolah tercinta, SMUDAMA. Mengingatkan pada seluruh orang-orang yang bersamaku mencari ilmu di sekolah itu. Mengingatkan pada guru-guru hebat, pahlawan bangsa. Dan tentu saja, kondisi yang saat itu menjadikan kami sebagai siswa mandiri.
Tidak ketinggalan, fasilitas TV tabung sebagai ‘pahlawan’ kami. Walaupun kondisinya saat itu sudah tidak baru lagi, namun tetap menemani kami dalam mencari hiburan. TV itu juga memberikan kami informasi dunia luar yang tak dapat kami jangkau dari media lain.
Terima kasih SMUDAMA
Keterangan:
Aspuri: singkatan dari asrama putri
Aspurba: singkatan dari asrama putri baru
Kamuflase: penyamaran; pengelabuan
Penulis : Sari Damayanti
Editor : Faudzan Farhana
Gambar : Denaya
[…] Baca Juga: TV Tabung […]
[…] Baca juga: TV Tabung […]