Oleh : Naufal Anasy
Halo, apa kabar teman- teman RSUP Persahabatan yang sangat saya sayangi dan cintai? Apakah sudah lelah bertarung menghadapi Covid-19? Apakah sudah mulai menyerah dan putus asa? Karena tanda- tanda akan berakhirnya Covid-19 ini tak kunjung datang? Atau, masih ada yang memiliki semangat juang ’45? Pantang menyerah dan meyakini bahwa Covid-19 adalah medan pertempuran kita. Kita tidak boleh mundur selangkahpun hingga tercapai kemenangan dalam perang menghadapi Covid-19.
Mari sahabat sekalian duduk sejenak. Tarik napas dalam-dalam, kemudian hembuskan perlahan. Jangan lupa, siapkan secangkir kopi kesukaan sesuai selera kalian. Boleh dengan gula, susu, krimmer atau mungkin hanya kopi hitam saja! Seruput perlahan-lahan kopimu. Pejamkan mata dan rasakan, pahit, manis , serta asam dari kopi itu. Kemudian, saya akan menceritakan kepada kalian mengenai coffee dan Covid-19.
Saya seorang anesthesiologist, dokter pecinta kopi. Mungkin, karena aktivitas saya seperti kalong yang aktif di malam hari, kopi selalu menjadi sahabat baik saya dalam menemani malam yang panjang.
Entah mengapa, di Indonesia, saya melihat banyak kasus emergency terjadi di malam hari. Mulai dari membius pasien sectio cesaria dengan gawat janin. Menstabilkan kondisi pasien kecelakaan lalu lintas. Hingga melakukan tindakan intubasi pada pasien Covid-19 dengan gagal napas. Seringkali, semua tindakan ini terjadi di sepanjang malam. Terkadang saya merasa seperti Superhero Batman, manusia kelelawar yang aktif membasmi kejahatan di malam hari. Bedanya, saya mengatasi keadaan emergency pada pasien sedangkan Batman menumpas kejahatan.
Sebagai penikmat kopi, saya sudah mencicipi berbagai jenis kopi. Mulai kopi dari negeri seberang, hingga kopi tubruk dengan cita rasa lokal. Setiap kopi memiliki cita rasa yang khas, tingkat keasaman, kepahitan dan kemanisan yang berbeda. Sama halnya dengan seorang insan. Setiap manusia memiliki karakter yang unik dalam menyikapi masalah hidup, termasuk menyikapi pandemi Covid-19.
Ada manusia yang bersikap pesimis, seakan dunia akan berakhir karena pandemi. Merasa bahwa Covid-19 membawa banyak aura negatif dalam kehidupannya. Membuat hari-harinya selalu terasa buruk dan pahit. Acapkali, disaat terbangun di pagi hari, dia mengeluh dengan tidak adanya penghasilan. Sulitnya mencari pekerjaan tanpa berikhtiar terlebih dahulu. Dilanjutkan dengan mengutuk lingkungan dan keadaan, bahwa Covid-19 terjadi karena teori konspirasi dan tidaklah nyata. Kemudian, keluar dengan tidak memakai masker dan tidak mematuhi protokol adaptasi kebiasaan baru.
Ada yang merasa dirinya adalah orang yang paling sial di dunia. Karena terlahir dan hidup di tahun 2020 yang sepanjang tahun diisi dengan pandemi yang tidak diketahui kapan akhirnya. Kondisi ini, mirip dengan kopi robusta yang terkenal lebih pahit dibanding varian kopi lainnya. Apalagi, setelah disangrai dengan level dark and beyond, semakin pahitlah si kopi ini.
Ada juga manusia yang selalu bersikap optimis. Merasa bahwa Covid-19 adalah anugerah di balik bencana. Manusia seperti ini merasa bahwa pandemi Covid-19 adalah ladang pahala. Tempat di mana kita semua bisa berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Menolong orang yang kesulitan dan tetap semangat mencari nafkah di tengah pandemi. Pegawai kantoran yang melakukan work from home. Memilih untuk keluar rumah seperlunya bila ada kebutuhan mendesak saja. Sembari tetap mengerjakan pekerjaan dengan baik dan tuntas.
Dokter dan perawat bekerja 24 jam termasuk di hari libur untuk menolong pasien-pasien di rumah sakit. Di tengah panasnya baju hazmat dan sesaknya masker N95. Ojek online yang mengantarkan puluhan pesanan makanan 24 jam non-stop yang terus bergelut di atas kendaraan beroda dua. Badut lampu merah dengan raut kelelahan wajahnya tidak terlihat di balik topeng Hello Kitty. Ia berjoget di tengah teriknya matahari pukul 12 siang. Manusia patung perak yang tidak memakai baju di antara semilirnya angin malam ibukota yang hawa dinginnya menusuk hingga ke tulang. Semua memilih untuk tetap bekerja dan beradaptasi. Di musim pandemi, demi bertahan hidup dan sesuap nasi.
Coffee dan Covid-19 yang diblend dengan manusia, menghasilkan jenis manusia yang berbeda- beda. Ada manusia yang memilih kehidupan yang pahit. Ada manusia yang memilih kehidupan yang manis saja. Dan saya memilih untuk menjadi manusia yang seimbang. Manusia yang merasakan pahit dan manis dengan seimbang.
Di tengah heningnya kamar operasi pukul 3 dini hari. Ditemani suara monitor dan di dalam jubah hazmat, saya mengutuk Covid-19 ini. Saya merasa Covid-19 ini cobaan luar biasa yang begitu pahit. Gara-gara Covid-19, saya tidak bertemu anak dan istri selama 3 bulan di awal pandemi.
Karena Covid-19 saya tidak bisa menghadiri akad pernikahan adik kandung saya satu-satunya.
Karena Covid-19 saya tidak berlebaran di kampung halaman.
Karena Covid-19 saya tidak bertemu orang tua saya hampir satu tahun.
Karena Covid-19 saya tidak bisa bertemu teman dan sahabat baik saya.
Kebahagiaan, pertemanan, dan silaturahim sirna karena Covid-19 ini.
Di pagi hari, setelah menyeduh espresso panas, saya mencoba menambahkan gula, krimer, dan susu cair. Seketika itu juga, espresso yang pahit berubah menjadi kopi dengan karakter berbeda. Rasanya manis, gurih, dan lebih berwarna. Sejenak saya berpikir, ternyata Covid-19 ini hanya masalah sudut pandang. Hanya masalah penambahan hal-hal baik di dalamnya.
Karena Covid-19, sudah 8 bulan saya tidak terkena batuk dan pilek. Padahal, sebelumnya, saya langganan influenza 1-2 bulan sekali. Mungkin, karena selama pandemi ini saya disiplin memakai masker dan senantiasa mencuci tangan sesuai anjuran protokol kesehatan.
Karena Covid-19 saya yang tadinya jarang mandi menjadi individu yang lebih sering mandi. Setiap selesai melakukan tindakan di zona merah, kami diwajibkan langsung mengganti baju dan mandi. Jadilah saya bisa mandi 3 sampai 5 kali dalam sehari. Covid-19 menjadikan saya individu yang lebih bersih dan wangi.
Karena Covid-19, saya lebih memaknai pentingnya arti kata sehat. Sering terdengar kata pepatah, harta yang paling berharga adalah kesehatan dan kesehatan tidak bisa dinilai dengan materi. Covid-19 juga mengajarkan saya untuk lebih banyak bersyukur. Masih diberi kesehatan hingga detik ini, untuk melayani pasien- pasien yang membutuhkan. Dan berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya.
Coffee dan Covid-19 akan selalu berjalan dengan sangat dinamis. Akan selalu berganti dengan sudut pandang yang berbeda. Akan selalu berubah seiring berjalannya waktu. Semuanya kembali kepada masing- masing individu. Apakah mau menambahkan susu, krimer, gula, cokelat atau brown sugar? Agar, coffee dan Covid-19 menjadi lebih berwarna, lebih manis, dan lebih asyik untuk dinikmati! Jangan patah semangat, jangan kasih kendor. Mari kita terus semangat dalam menangani Covid-19 ini. Serta, jangan lupa “mari ngopi dulu” !
Baca juga : Vaksin Covid 19, Hak atau Kewajiban?
celotehanakgunung.com/vaksin-covid-19-hak-atau-kewajiban/
Arti Istilah Asing :
Anesthesiologist = dokter spesialisi dalam mengurangi rasa nyeri dan menjaga stabilitas pasien selama dan setelah prosedur bedah atau yang umumnya dikenal dengan istilah bius.
Sectio cesaria = operasi sesar
Intubasi = prosedur medis berupa tindakan dengan memasukkan alat bantu pernafasan pada pasien ke dalam tenggorokan melalui mulut atau hidung
Dark and beyond = tingkatan paling matang pada proses roasting kopi dengan keunggulan aroma wangi dan harum saat diseduh air panas.
Ilustrasi : Farahlynaa
Gambar : daily.jstor.org/
Editor : Faudzan Farhana, Syukri Mawardi
[…] meski telah mendapati rumah sakit tempat ia dirawat, mereka tak dapat mendampinginya karena wabah Covid-19. Semua proses pemulihan di rumah sakit ia jalani sendiri. Setelah sadar ia meminta keluarganya […]
[…] Baca juga : Coffee dan Covid […]
[…] Baca juga : Laut Bercerita: Kenangan tentang Indonesia dan Keberanian […]