Sepenggal kisah di Tahun 1997. Saat itu, SMU Andalan Sulawesi Selatan dikenal sebagai pionir sekolah unggulan di Sulawesi Selatan. Beberapa sekolah favorit, seperti SMA Barana Toraja dan kelas khusus BPK Makassar, melakukan studi banding di Smudama (susah untuk beralih dari nama ini).

Tidak hanya itu, TVRI pun melirik Smudama untuk melakukan liputan. Mendengar berita ini, riuh keseruan membuncah. Kami berpikir masuk liputan tayangan televisi adalah suatu hal yang luar biasa.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Beberapa kru TVRI datang, termasuk penyiar, kameraman, soundman, dan kru lainnya. Kami? Yah tentu saja bersiap dengan penuh keseruan. Adegan pertama yang diambil adalah kami menyanyikan Mars Latimojong Smudama. Kami mengenakan seragam sekolah dan berdiri berbaris rapi layaknya paduan suara profesional. Ada beberapa scene untuk adegan ini; di taman bawah Asrama Putri (Kamar Melati dan Anggrek saat itu), di selasar antara ruang makan dan musala, serta di depan Perpustakaan Anakkukang.

Proses pengambilan gambar untuk adegan Mars selesai dengan sempurna tanpa memerlukan banyak take. Adegan lain yang diambil adalah penampilan teater ala kami yang mengambil tema tentang percintaan remaja antara Baco dan Cenning. Kami dengan percaya diri menampilkan adegan demi adegan dan merapal dialog demi dialog. Kami merasa luar biasa saat itu, meskipun jika disaksikan sekarang wah mungkin tak sanggup melihat saking malunya. Tapi, the show must go on bukan?

Pada hari penayangan liputan tersebut di TVRI, kami berkumpul untuk menonton bersama, nobar dalam istilah zaman sekarang. Jangan bayangkan nobar dengan menggunakan layar lebar yah. Kami berkumpul di rumah Bu Asni (seingat saya), mengerumuni sebuah layar TV Kecil, dan menonton dengan penuh semangat setiap adegan dalam liputan tersebut.

Senyum tak pernah lepas dari bibir kami, diselingi dengan teriakan riuh tiap kali muncul gambar close-up dari murid atau guru. Kami merasa senang dan bangga, meskipun hanya dengan menonton liputan singkat tersebut. Kami kembali ke asrama dengan hati yang riang dan dalam benak terlintas pikiran, “Wah, saya sudah jadi artis.” Meskipun cuma artis sehari tak mengapa, bahagianya pun sama.

Nah, mengingat masa itu (1996-1999), tayangan TV, baik film ataupun musik, tergolong eksklusif bagi kami di asrama. Maka mungkin tak berlebihan jika liputan sekolah oleh TVRI ini menjadi salah satu tayangan favorit yang disaksikan oleh seluruh siswa dan guru di Smudama. Kapan lagi jadi artis? Bukan begitu?

Baca juga: Sepenggal Cerita Untuk Anakku

Penulis: Marsella
Editor: Irfani Sakinah
Ilustrasi:
Yati Paturusi
Gambar:
Canva

2 thoughts on “Jadi Artis Sehari”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!