Refleksi Agama dan Spiritualitas dalam Kacamata Seorang Intelektual IslamRefleksi Agama dan Spiritualitas dalam Kacamata Seorang Intelektual Islam

Judul Buku : Islam Tuhan Islam Manusia, Agama dan Spiritualitas di Zaman Kacau
Penulis : Haidar Bagir
Jumlah Halaman : xxiv + 288
Tahun Terbit : Cetakan I, Maret 2017
Penerbit : Mizan

Belakangan ini, bacaan dan narasi tentang Islam kerap terdengar baik di media konvensional maupun lini masa. Sekilas tidak ada masalah, mengingat Islam merupakan salah satu agama yang boleh dianut oleh warga negara. Apalagi, Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas populasi di Indonesia.

Namun, topik terkait agama ini mulai mengundang kerut di wajah ketika pembicaraannya mulai dikaitkan dengan isu-isu politik. Tiba-tiba, Islam menjadi sebuah identitas yang menghimpun sekelompok orang dan berujung pada mobilisasi kekuatan untuk menentukan nilai benar dan salah dalam masyarakat.

Tentu saja secara objektif ini tidak bisa dihindarkan. Agama memang berfungsi untuk meletakkan nilai kebenaran dalam masyarakat. Namun, ketika label kafir, syirik, munafik, dan ahli bid’ah dapat dengan mudah ditempelkan kepada sesama penganut Islam hanya karena tidak sepemahaman dalam memandang suatu perkara, mau tidak mau akal sehat akan terusik juga.

Haidar Bagir bukanlah seorang penulis kemarin sore mengenai topik ini. Latar belakang pendidikan, riset, dan pengalamannya selama puluhan tahun sebagai penulis, editor, dosen, dan pembicara di berbagai seminar ilmiah mendudukannya secara solid sebagai salah seorang intelektual Islam Indonesia.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang telah beliau seleksi dari ratusan tulisan yang pernah dimuat dan didiskusikan di berbagai pertemuan. Secara umum, tulisan-tulisan ini mendiskusikan tafsir agama dan dirangkum untuk memperlihatkan bagaimana tafsir agama dapat membantu menjawab kebutuhan manusia kontemporer.

Tulisan-tulisan ini kemudian dibagi ke dalam 5 bab mengikuti alur: masalah-khazanah-pendekatan-solusi untuk menciptakan benang merah dari berbagai tulisan yang pada dasarnya ditulis secara terpisah. Oleh karena itu, buku ini dapat dinikmati baik oleh pembaca yang senang membaca secara utuh. Maupun bagi yang hanya punya waktu untuk membaca satu artikel setiap waktu.

Yang unik dalam buku ini adalah Bagir menulis semacam klaim di awal bukunya bertajuk Aku dan Islamku. Di dalamnya ia membeberkan beberapa poin yang menjadi dasar proses berpikirnya. Pada poin pertama, ia menegaskan bahwa akal menjadikan manusia makhluk paling mulia dan karena itu tafsir atas Islam pun harus dapat diterima akal.

Meski begitu, ia juga yakin bahwa keyakinan oleh akal itu tidak bersifat final. Keyakinan harus selalu siap direvisi seiring dengan pertambahan wawasan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Rasionalitas bukanlah satu-satunya soko-guru keilmiahan, intuisi/intelek pun punya andil selama dijaga objektivitas dan keikhlasannya.

Bagir juga menekankan bahwa dalam upaya mencari kebenaran, seseorang harus fokus pada kebenaran itu sendiri, bukan pada popularitas, perdebatan, maupun metodenya. Bahwa agama merupakan sumber aturan moral dan etika yang membuat ijtihad menjadi niscaya. Namun, ia juga mengingatkan bahwa agama bukanlah pelengkap penderita dalam menjawab tantangan zaman dan pada akhirnya, hanya Allah lah sumber dari segala kebenaran.

Buku ini merupakan bacaan yang sangat tepat dibaca oleh orang-orang yang mulai mempertanyakan akal sehatnya dalam memandang sebuah urusan yang membawa-bawa Islam di dalamnya.

Disusun dengan penuh pertimbangan, setiap tulisan mampu memberikan efek pencerahan yang sama dengan jika dibaca secara keseluruhan. Meski kedalaman pembahasannya membuat buku ini mustahil dirampungkan dalam sekali waktu minum kopi, gaya bahasanya cukup ringan untuk didiskusikan bersama teman minum kopi.

Yang terpenting, buku kemungkinan besar akan mendorong setiap pembaca untuk mempelajari Islam, sekali lagi.

Penulis : Faudzan Farhana
Editor : Nur Farahiyah Amalina
Gambar : Islam Tuhan Islam Manusia, Whiteboardjournal

CATATAN :
Bid’ah = perbuatan atau cara yang tidak pernah dikatakan atau dicontohkan Rasulullah atau sahabatnya, kemudian dilakukan seolah-olah menjadi ajaran Islam
Ijtihad = usaha sungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama untuk mencapai suatu putusan mengenai kasus yang penyelesaiannya belum tertera dalam Al-Qur’an dan Sunah
Intuisi = daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari; bisikan hati; gerak hati
Kafir = orang yang tidak percaya kepada Allah subḥānahu wataʿālā dan rasul-Nya
Kontemporer = pada masa kini
Munafik = orang yang berpura-pura percaya atau setia kepada agama, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak demikian
Soko = tiang penyangga
Syirik = penyekutuan Allah subḥānahu wataʿālā dengan yang lain




2 thoughts on “Refleksi Agama dan Spiritualitas dalam Kacamata Seorang Intelektual Islam”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!