Negeri Arab yang MisteriusNegeri Arab yang Misterius

Sepekan terakhir, Arabia untuk kesekian kalinya menjadi topik utama perbincangan di dunia maya. Kisahnya bersanding dengan berita Covid-19 yang tak kunjung habis. Disisi lain, fakta dan hoax1 beradu meyakinkan para penganutnya tentang Negeri Arab yang misterius ini.

Salah satu yang paling menarik perhatian adalah penarikan tentara Amerika Serikat yang beriringan dengan kembalinya Taliban berkuasa di Afghanistan. Proses ini diwarnai adegan dramatis para pengungsi di Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul.

Mundurnya Amerika Serikat mengakhiri 20 tahun keterlibatan mereka di negeri yang pernah menjadi sosialis dibawah kekuasaan Uni Soviet.

Lebih dari 2.300 prajurit AS tewas. Lebih dari 20.000 lainnya terluka bersama lebih dari 450 prajurit Inggris, serta ratusan dari beberapa negara lain. Namun, warga Afghanistan sendirilah yang menanggung paling banyak korban jiwa. Lebih dari 60.000 anggota aparat keamanan tewas. Jumlah ini hampir dua kali lipat dari warga sipil.

Amerika sebagai negara adidaya pun bingung dengan Negeri Arab yang misterius ini. Bahkan, mereka terkesan tak tahu apa yang sedang mereka lakukan di wilayah itu.

Ingatan saya kemudian tertuju pada sebuah buku yang ditulis oleh Levison Wood dengan judul Arabia Menjelajahi Jantung Timur Tengah. Wood adalah seorang penjelajah , penulis, dan fotografer berkebangsaan Inggris. Sebelum menjalani profesinya saat ini, ia adalah seorang tentara yang bertugas di Parachute Regiment2

Dalam pandangan Wood, Arabia adalah konstruksi imajinasi. Bahkan bangsa Arab sendiri tidak pernah sepakat dengan apa yang disebut sebagai Arabia.

Beberapa ahli menyebut Semenanjung Arab terdiri dari negara-negara di Teluk Kuwait sampai dengan Arab Saudi. Sebagian menyebutkan bahwa Oman termasuk di dalamnya, namun sebagian yang lain tidak memasukkannya. Belum lagi ketika membahas Irak, Suriah, dan Palestina (Wood menyebutnya sebagai Tanah Suci, Yerusalem).

Wood memulai langkahnya dari wilayah Al Malikiyah, Suriah, dan berakhir di Beirut, Lebanon. Ia melewati batas negara dan wilayah, termasuk melintasi “empty quarter” atau disebut juga Ar-Rub Al-Khali. Wilayah ini adalah salah satu gurun pasir terbesar di dunia yang terletak di Semenanjung Arab Selatan.

Perjalanan Wood menggambarkan hancurnya peradaban karena perang yang berawal dari sebuah harapan yang disebut Arab Spring. Reruntuhan gedung dan jalan berlubang, bekas serangan senjata berat adalah hiasan perjalanan.

Dalam catatan perjalanannya, saya tidak dapat membedakan hal paling berbahaya yang ia hadapi. Apakah itu melintasi gurun pasir yang luas seakan tak bertepi, ataukah terjebak di garis terdepan peperangan.

Walaupun saya mengagumi kisah petualangan dan keberanian Wood seperti yang ia dituturkan dalam bukunya. Namun, ada beberapa hal yang tidak relevan dari penjelasannya.

Pada bab pengantar, ia menyebutkan bahwa wajah Arabia berubah selamanya sejak kelahiran Nabi Muhammad (SAW-tidak disebutkan dalam buku).

Suku-suku tua yang dulunya berperang karena wanita, kemenyan dan unta, kini memiliki alasan lain untuk berperang, yaitu Islam dan identitas. Ia bahkan menyebut bahwa pertempuran itu masih berlanjut sampai saat ini dengan begitu banyak pertumpahan darah.

Pernyataan pada kata pengantar ini tidak relevan dengan fakta yang ia ungkapkan kemudian. Ia menemukan bahwa pertumpahan darah di Arab bukan hanya melibatkan orang Arab melawan orang Arab. Namun, perang ini melibatkan banyak negara yang jaraknya jauh dari pusat kekacauan. Sebutlah keterlibatan Amerika Serikat dan sekutunya dalam perang yang tak berkesudahan.

Di sisi lain, ada Rusia yang tidak ketinggalan meramaikan luka yang telah menganga. Bahkan pada bab 21, ia menggambarkan secara jelas bagaimana dukungan Israel terhadap ISIS.

Israel memberi bantuan medis, kendaraan, transportasi, dan segala sesuatu yang ISIS butuhkan jika terluka. Bahkan, mereka akan membawa yang terluka ke Rumah Sakit Israel untuk dirawat.

Dalam penggambarannya, lebih baik memiliki orang-orang biadab di perbatasan, daripada rombongan Assad3 dan Hizbullah4. Bahkan lebih jauh disebutkan bahwa ISIS adalah benteng pertahanan mereka melawan Iran.

Lebih lanjut, Wood mengungkapkan keterlibatan Amerika dalam kehancuran yang dialami oleh Irak. Ia menggambarkan obsesi George Bush Jr. yang berusaha memperbaiki kegagalan ayahnya. Hal yang sama juga terjadi pada Suriah, yang dalam enam tahun terakhir telah menjadi reruntuhan akibat perang.

Pada bagian lain di bab 6 “Kehancuran Suci”, ketika kemenangan pasukan Irak terjadi atas ISIS, Wood menjelaskan kemenangan itu diklaim oleh dua kelompok. Masing-masing bendera mereka dikibarkan.

Disatu sisi, Hashd, yakni paramiliter5 Syiah di Irak, sebagian personilnya dibekali senapan serbu terbaik buatan Amerika.  Hashd mendapatkan dukungan penuh dari Iran. Namun, di sisi lain, terdapat tentara khusus Irak. Dua bendera berkibar di satu tempat atas kemenangan yang sama.

Saat ini terdapat lebih dari 30 milisi di Irak masing-masing berjumlah hingga 50 ribu prajurit. Di antara mereka ada Mahdi, salah satu paramiliter terbesar di Irak yang saat ini bertugas menjaga perbatasan. Pada pertengahan tahun 2000-an, mereka dikenal sebagai salah satu pembunuh pasukan koalisi yang paling kejam.

Hashd dan Mahdi digambarkan oleh Wood sebagai bukan teman. Bisa dibayangkan dua paramiliter terbesar di satu negara yang tidak saling mendukung. 

Serangan Amerika ke Irak secara jelas telah menebar benih konflik. Bukan demokrasi yang selama ini sering diagung-agungkan. Negeri Arab yang misterius semakin tenggelam dalam gurun pasir ketidakpastian.

Lantas, apakah perang Arab ini disebabkan oleh keislaman dan identitas?

Dibagian lain dari buku ini, Wood menggambarkan perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa untuk dapat memasuki Arab Saudi. Ia menjelaskan perjalanannya tidak akan berarti jika tidak menginjakkan kaki di negeri yang menurutnya penuh dengan kerahasiaan.

Wood memasuki Arab Saudi dengan penuh kecurigaan dan skeptimisme6. Ini didasari dengan banyaknya laporan tentang ideologi Wahhabisme7 dan Salafimisme8. Hal tersebut kemudian ia bandingkan dengan keadaan di Pakistan dan Sudan. Hal ini makin diperparah dengan larangan memasuki dua kota suci. Bahkan ia mengakui jika stereotip9 tentang Arab Saudi melekat dalam benaknya sebagaimana gambarannya pada bab 16 “Kerajaan Rahasia”.

Namun, penggambaran yang ia tulis berikutnya secara tidak langsung menyebutkan pengetahuannya yang sangat kerdil terkait “Kerajaan Rahasia” ini. Wood tidak mengetahui, bahkan kaget ketika mendengar di Arab Saudi terdapat Pizza Hut, KFC, dan McDonald’s. “Ada KFC di Makkah?” demikian pertanyaan yang ia sampaikan dengan terkejut.

Negeri Arab yang misterius, tak dapat digambarkan dari sudut pandang barat ataupun yang lain. Kehidupan kerasnya menuntut penduduknya untuk hidup dalam kelompok-kelompok. Islamlah yang datang menyatukan mereka dalam naungan agama, bukan memecah mereka dalam pemahaman sektarian10.

Penulis : Efie Kurniawan
Editor & Ilustrasi : Uli’ Why
Gambar : Suriah, McD, Makkah, Levison Wood

Catatan :
1. Hoax = berita bohong yang kebenarannya masih harus diteliti
2. Parachute Regiment = resimen infranteri udara Angkatan Darat Inggris
3. Assad = pendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad
4. Hizbullah = partai politik dan milisi Syiah yang mendukung rezim Bashar al-Assad
5. Paramiliter = kelompok penduduk sipil yang diorganisasikan secara militer
6. Skeptimisme = memandang sesuatu selalu tidak pasti
7. Wahhabisme = aliran dalam Islam yang ditujukkan kepada pengikut Muhammad bin Abdul Wahab
8. Salafimisme = salah satu cara dalam agama Islam yang mengajarkan agama Islam secara murni, berdasarkan syariat pada

generasi Muhammad dan para sahabat.
9. Streotip = pelabelan terhadap pihak atau kelompok tertentu yang selalu berakibat merugikan pihak lain dan menimbulkan ketidakadilan
10. Sektarian = terkungkung dalam satu aliran saja

One thought on “Negeri Arab yang Misterius”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!